Tuesday 3 May 2016

BORNEO TOUR 2016, H5 Palangkaraya - Banjarmasin

Untuk yang suka bepergian secara berkelompok, Hotel Grand Sakura saya rasa pilihan yang tepat saat menginap di Palangkaraya. Hotel ini bersih dan harga lumayan murah. Pelayanan cukup bagus. Arena parkir sangat luas. Walau arena hotel berada di tepi jalan raya suasana tidak terlalu bising karena bangunan hotel jauh di dalam. Tapi gak usah berharap terlalu banyak dengan menu sarapan pagi. Sesuai dengan tarif yang dibayar.

Kalau memungkinkan pilih kamar di lantai dua, posisi nya saling berhadapan dan terdapat ruang tamu yang cukup luas dengan lay out sofa yang cukup nyaman di depannya. Sangat cocok untuk dijadikan arena ngobrol atau menerima tamu. Gak usah jauh-jauh turun ke lobi hotel.

Sampai menjelang keberangkatan kami masih menerima kunjungan teman-teman yang sudah dua hari ini setia menemani. Tidak ada khawatir akan telat berangkat karena rute hari ini sangat pendek. Jarak Palangkaraya - Banjarmasin kurang dari 200km. Kali ini disengaja memilih pendek, supaya bisa sampai di Banjarmasin siang menjelang sore. Rencananya disana kami akan makan siang dengan menu soto banjar, makan malam lontong orari, cukup tidur karena hendak  main ke pasar terapung Kuin besok paginya.

luar kota Palangkaraya
Setelah ritual foto bareng di depan hotel selesai. tepat pukul 09.45 kami berangkat. Sebenarnya, belok kiri setelah keluar hotel adalah arah jalan menuju Banjarmasin. Tapi kami berputar dulu sekitar 50 meter di depan. Sepertinya cuma saat ini ada kesempatan untuk bisa berfoto di depan rumah Betang. Gak kenapa walau bukan rumah asli yang dihuni masyarakat. Yang penting ada sesi foto di depan rumah tradisionil. Agenda berkunjung ke Rumah Betang yang asli disimpan untuk rencana turing berikutnya .. (ketik amiin dan share supaya bisa terwujud .. wkwkwk ..)

Tugu Selamat Datang / Selamat Jalan di Kota Palangkaraya jaraknya tidak terlalu jauh. Sekitar 15 menit berkendara. Disini kami sudah ditunggu Bro Imam yang ingin mengawal kami. Kebetulan hari itu dia memang berkehendak ke Banjarmasin urusan keluarga. Tugu kecil yang sangat sederhana dengan ornamen Rumah Betang warna kuning bertuliskan  Kota Cantik, kutata, kubangun dan kujaga. Kalimat ini adalah penggalan dari bait terakhir Lagu Mars Kota Palangkaraya yang lengkapnya adalah sebagai berikut :

Kota Palangka raya
Kutata Kubangun dan Kujaga
Agar Senantiasa Cantik Terpelihara
Palangka Raya Menuju Jaya

Palangkaraya - Kualakapuas jaraknya 135km. Ditempuh 2,5 jam kalo jalan santai plus foto2 kalau ada tempat menarik, banyak spot bagus. Apalagi kalo sedang melintasi jembatan. Salah satu spot bagus adalah Jembatan Pulau Telo. Jembatan ini lumayan panjang. Melintasi Sungai Kahayan yang alirannya in line dengan jalan kami sejak dari Palangkaraya tadi. Sungai Kahayan atau sering juga disebut Sungai Dayak Besar panjangnya 600km. Melintasi  Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Pulang Pisau.
view dari jembatan pulau telo

Karena terlalu asik berfoto2, empat motor ketinggalan. Padahal cuma berhenti sebentar. Setelah melintasi Jembatan Pulau Telo, kita sudah sampai di Kota Kuala kapuas. 5 menit di depan ada perempatan. Lurus adalah jalan Trans Kalimantan lewat tengah kota, Ke kiri arah Banjarmasin juga lewat pinggir kota yang jalannya lebih sepi, Jam 11.55. Sudah waktunya makan siang dan tidak ada koordinasi sebelumnya lokasi berhenti untuk istirahat makan.

Saling tunggu, hilang waktu 15 menit. Mereka yang ketinggalan sempat ada pikiran mungkin makan siang di Banjarmasin.Karena jaraknya tinggal 60km lagi. 1 jam nahan lapar bisaa laah. Ternyata salah, rombongan sudah ada di tengah kota. Menunggu di Cafe Terapung Kuala kapuas. Disini kita berhenti untuk makan siang, sekaligus janji temu dengan rekan bikers lain dari komunitas MAC Yogyakarta yang juga sedang riding melintas bumi Borneo.

Teddy Sanjaya dengan Harley Davison WLA 1942 dan rekan2nya yang memakai motor inggris antik sedang melakukan perjalanan "true wanderer". Senangnya bisa bertemu kawan lama di negeri orang walau cuma sesaat. Saling support, gak peduli beda rute, beda motor, beda usia .. yang penting sama gilanya.

Joget di Cafe Terapung
Awalnya cafe ini untuk kalangan tertentu saja, sejak 2012 cafe yang dulunya merupakan Bis Air ini dibuka untuk umum. Hanya saja Siang itu Cafe sebetulnya belum buka tapi bujuk rayu kami berhasil memperdaya pegawai2nya untuk sekedar rehat kopi2 & roti bakar.

Ini cafe, bukan restoran. Tidak ada menu makanan berat untuk makan siang. Ragam menu minumannya lebih bervariasi dari pada makanan. Semua pesan minuman, tapi hanya beberapa saja yang memesan makanan, itupun Indomie telor.

Kampung Hampatung dilihat dari Cafe Terapung
Cafe ini dilengkapi dengan fasilitas karaoke dan tempat duduk santai di bagian luar. Saat baru tiba hampir semua dari kami duduk2 di tepian cafe sambil menikmati lalu lintas air yang lumayan ramai. setiap saat ada saja lalu lalang transpotasi air melintas. Sungai Kapuas ini sangat lebar, menurut Bu Uci sungai disini sudah seperti laut saking lebarnya. Namun demikian dari sini kita masih bisa melihat pemukiman Kampung Hampatung yang ada diseberang.

Walau sudah dibangun jembatan, akses masyarakat di kampung ini ke kuala kapuas masih menggunakan transportasi air. Untuk menghemat jarak, karena harus memutar jalan tempuh sekitar 10km jika hendak menggunakan jembatan. Bro Isay, driver mobil storing kami punya cerita sedih, pernah kehilangan keluarga dalam sebuah kecelakaan di dermaga ketika menggunakan layanan transportasi ini.

Pembahasan kuliner Soto Banjar membuat kami segera bergegas memakai jaket dan menghidupkan motor. Cafe langsung sepi karena kami adalah satu2nya pengunjung siang itu. Kami berjalan pelan beriringan dengan rombongan Teddy cs. Sampai kemudian berpisah jalan di Bundaran Tugu Batang Garing. Mereka ambil jalan ke kiri menuju Palangkaraya. Kami belok kanan.

Berdasarkan permintaan Pak Djoko, rekan sesama penggemar motor BMW yang juga ketua club, kami berhenti sesaat melintas di Jembatan Barito. Bu Uci mencari2 dimana gerangan posisi prasasti jembatan, ada nama Pak Djoko di prasasti itu. Jam 14.20 cahaya matahari sangat deras dari arah barat, sehingga jembatan kokoh yang berwarna kuning sangat kontras dengan langit warna bitu diatas kota Banjarmasin.
Jembatan Barito

Jembatan sering juga disebut Jembatan Bakut karena melintasi Pulau/delta Bakut dibawahnya. Lebar jembatan 10.37 meter dengan panjang keseluruhan 1.082 meter. Jembatas ini tinggi sekali, 18 meter. sehingga sungai dibawahnya masih bisa dilalui kapal tongkang.

Memasuki kota Banjarmasin, naik motor sudah tidak asik lagi. Macet jalan raya sebagai ciri khas kota besar tidak dapat dihindari. Jarak beberapa kilometer untuk mencari tempat makan soto banjar terasa jauh sekali. Bro Imam sebagai guide, mengendarai motor pelan sekali. Selain lalu lintas yang padat juga menghindari jangan sampai ada kawan2 yang ketinggalan.

Tepi Sungai Martapura
Keletihan luar biasa saat kami tiba dan berhenti di Soto Banjar Bawah jembatan. Parkir motor dan lepas jaket. Keletihan yang membuat kami malas untuk pindah tempat, sebenarnya tujuan kami adalah Soto Banjar Pak Amat yang lokasinya sekitar 300 meter dari tempat ini.

Tempat ini pun lumayan bagus, luas dan strategis. Banyak spot bagus untuk foto2 karena persis berada dibawah jembatas yang melintasi Sungai Martapura. Saya pribadi tidak terlalu memperduliakan Soto Pak Amat yang katanya lebih enak, karena saya belum pernah makan soto banjar. Nyatanya buat saya soto disini enak juga, mirip2 soto padang laah ... Tapi tetep jauh lebih enak soto padang sih, karena denai anak minang ... :))



Menjelang sore, lalu lintas makin padat. Butuh setengah jam untuk sampai di Treepark Hotel Banjarmasin. Hotel ini sebenarnya sangat strategis, berada di pusat kota. Tapi tidak ada petunjuk jalan yang mudah terlihat di sepanjang Jalan Ahmad Yani. Beberapa dari kami sempat kelewatan.

Motor kami dapat tempat khusus untuk parkir. Lokasinya paling dekat dengan lobi hotel, dengan kontur aspal yang agak miring. Ada insiden sedikit disini, karena panas nya matahari Banjarmasi sedari siang membuat aspal menjadi agak lembek. R51/3 nya si Boy yang diparkir dengan standar samping sempat rubuh dan menimpa R1200c nya pak Soderi. Insiden yang meninggalkan lesung pipit manis di tanki sebelah kiri.

Finish rute hari ini, 193km.

bonus :

Makan malam Lontong Orari sudah diagendakan sejak dari Jakarta. Terkenal sekali kuliner khas Banjarmasin ini. Yang baru pertama kali ke Banjarmasin selalu menyempatkan untuk mampir makan disini. Tapi tidak semua dari kami ikut ke sini, bukan karena sudah pernah tapi karena ada kepentingan masing-masing. Pak Soderi dan Boy lagi jalan-jalan ke Martapura. Pak Dhe stand by di hotel. “Aku bungkus ae yoo ..” selalu begitu kalo diajak makan malam diluar.

Rumah makan ini berlokasi di Jalan Simpang Sungai Mesa (Kabel) nomor 12 RT 18, Kelurahan Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Sudah ada sejak tahun 1983. Penamaan Orari konon berkaitan dengan penggemar radio amatir yang keran menjadikan tempat ini sebagai tempat nongkrong.

Kesan pertama kali melihat sajian lontong ini mengingatkan saya pada sajian kue lupis. Karena bentuk lontong yang beda dari biasanya. Bentuknya segitiga, persis potongan kue lupis hanya saja ukuran jauh lebih besar. Makan satu biji sudah sangat kenyang, kecuali memang sedang lapar sekali. Rasanya mirip sekali lontong sayur betawi, dengan kuah sayur bersantan kental dan sedikit berminyak. Tapi minus kacang panjang dan serutan pepaya muda.



Monday 2 May 2016

BORNEO TOUR 2016, H4 Palangkaraya city tour

Sejauh ini tidak ada kendala berarti dalam perjalanan. Hanya saja ada sedikit gangguan kecil yang membuat keberadaan tim di Palangkaraya tidak komplit. Dua motor terpaksa harus tinggal di Pangkalan Bun. Budi R100GS menunggu kiriman sparepart dari Jakarta dan Soderi R1200C Ikut menemani. Tapi dibalik itu semua ada  kejutan. Boy R51/3 nyusul ikut turing. Satu satunya motor klasik dalam tim. Memotong rute naik kapal ferry, menyeberang dari Semarang menuju Pangkalan Bun malam sebelumnya.

Sesuai skedul perjalanan yang disusun, hari ke empat istirahat sehari penuh di Palangkaraya. Bisa dibilang ini adalah hari bonus untuk charging energi yang terkuras dalam tiga etape sebelumnya yang melelahkan. Bebas bisa bangun siang.

Namun demikian, R100GSPD tetap harus bangun lebih pagi. Hasil inspeksi mekanik, motor di vonis harus ganti ban belakang sekaligus ban depan.  Ban sudah usang dan tidak aman dikendarai mengingat rute yang yang akan ditempuh masih panjang.

Dengan bantuan bikers lokal, keliling kota cari ban yang cocok. Walau Palangkaraya termasuk kota besar, tidak mudah mencari ban untuk motor off road dengan ukuran 17 in belakang dan 21 in depan.
Akhirnya roda yang dimaksud dapat diperoleh. Namun muncul masalah kedua, harus di bawa ke bengkel mobil untuk membuka ban usang. Ban susah dibuka dengan tangan. Harus dibuka dengan tenaga hidrolik. Banyak waktu terbuang dan harus rela ditinggal makan siang. 

A photo posted by hidra simon (@rahidra) on

Hidangan sudah tersaji saat kami tiba di Restoan Kampung Lauk. Restoran yang cukup terkenal di kota ini. Pilihan tempat kami duduk cukup strategis, tepat dipinggir sungai Kahayan. Dari sini kita dapat melihat jembatan Kahayan yang cukup megah dari kejauhan.

Sambil makan perjalanan 3 motor yang menyusul dari Pangkalan Bun terus dimonitor. Dapat info R100GS sudah sampai di Sampit. R1200C dan r51/3 jauh tertinggal di belakang. Gak tanggung2, tertinggal 70km. R100GS melesat sendirian, asik melaju menikmati sok breker baru. Membayar lunas hutang, setelah berpayah-payah riding dengan sok breker patah sepanjang jalur Nanga Tayap - Pangkalan Bun dua hari sebelumnya.

Tepat pukul 2 waktu setempat. ada perintah untuk segera bersiap2. Ervien R100GSPD masih bersungut2 menyantap sajian yang menurutnya tinggal sedikit karena sudah dihabiskan Rizal R100RS.

Hidra R80G/S putih mulai dapat masalah, motor gak bisa distarter. Info dari mekanik, tadi lupa matikan kunci kontak dan lampu dibiarkan terus menyala. Stroom aki habis.

Tujuan berikutnya adalah Borneo Orangutan Survival yang berjarak sekitar 30km dari pusat kota Palangkaraya. Hanya setengah jam berkendara kami sudah sampai di tujuan. Tepat pukul 3. Suasana sepi di area yang sangat teduh karena pepohonan lumayan rapat. Berasa sudah masuk hutan. Portal sudah ditutup saat kami datang, tapi masih diijinkan masuk sebentar untuk lihat2. Oh ya .. disini dilarang merokok.

Gerbang masuk Nyaru Menteng
Tempat ini didirikan khusus untuk menyediakan perawatan dan rehabilitasi bagi orangutan2 yang terusir dari habitatnya atau anak orangutan peliharaan yang terpisah dari induknya karena ulah manusia.

Disini ada sekolah khusus orangutan. Mereka bukan untuk dijinakkan justru diajarkan untuk liar. Diajari cara bertahan hidup dihutan, membangun sarang, memilih makanan. Bahkan ironis nya. Ditempat ini manusia mengajarkan orangutan cara memanjat.

Niat untuk menyaksikan anak2 orangutan pulang sekolah tidak kesampaian. Hari makin sore. Masih ada satu tempat lagi yang harus  dituju, Museum Balanga. Museum yang terkenal paling luas di Indonesia, rapi dan bersih. Juga museum yang terkenal paling angker.

Dengan kecepatan normal, dalam setengah jam museum bisa dicapai. Tapi iring2an kami berjalan agak lambat karena di Km 15 ada kecelakaan terjadi di depan mata. Avanza yang gagal menyalip nyelonong masuk parit dan tersangkut di pohon sawit. Sore itu lalu lintas memang agak padat.

Jam 4 sore museum sudah tutup. Tapi masih ada penjaga yang baik hati mau membukakan pintu dan mengijinkan kami masuk bertamu. Cuma menunggu sebentar, petugas satu lagi yang membawa kunci sedang tidak ada ditempat.

Penjaga yang baik hati itu bukan orang dayak. Dia keturunan jawa tapi besar di kalimantan. Sebagai anak kolong beliau selalu ikut orang tua yang dapat tugas dinas di sekitaran kalimantan. Dari penjelasannya, Museum Balanga  ini luasnya 5 hektar. Menyimpan banyak barang2 asli bikinan suku dayak. Dengan melihat koleksi yang ada, kita bisa mendapat gambaran kehidupan orang2 dayak Kalimantan Tengah.

Orangutan BOS
Hari semakin sore. Tidak bisa berlama2 di dalam museum. Bukan karena petugas yang tidak sabaran untuk segera pulang. Tapi museum terasa begitu luas untuk kami yang cuma berdelapan. Ditambah lagi dengan  informasi2 bahwa unsur magis sangat melekat pada barang2 koleksi museum, baik itu senjata tradisional atau sekedar alat pencari ikan. Dan konon ada beberapa ruangan yang tidak dianjurkan untuk dilihat. Ruangan tempat penyimpanan senjata2 tradisional yang ada 'isi'nya. Senjata2 itu kadang bisa tiba2 menghilang jika dipanggil pemiliknya saat sedang dibutuhkan. Katanya kalo tidak kuat2 mental. Bisa sakit atau kesambet.

Koleksi Museum Balanga
Tidak aneh kalo kemudian ada cerita om lexy merasa diikuti oleh sesuatu dan agak diganggu saat buang air kecil di toilet yang letaknya memang sangat jauh di belakang.

Sesi foto bareng di depan museum ditunda sebentar, dapat kabar kalau Pak Budi sudah di Palangkaraya. Sekitar 8km di luar kota. Janjian ketemu tidak sulit, museum yang terletak di jalan raya Tjilik Riwut mudah ducari. Sementara Soderi dan Boy makin jauh tertinggal. Estimasi kami, mereka baru akan sampai jam 10 malam. Sering berhenti, mungkin banyak tempat menarik disinggahi untuk tidur2an.

Parkiran Museum Balanga
Jadi sia2 kalau harus menunggu mereka. Masih terlalu lama. Apalagi kami harus segera balik ke hotel untuk mandi dan istirahat sejenak. Jam 7 malam ada undangan makan malam dari pengurus IMBI Kalimantan Tengah.

Hari ini perjalanan tidak terlalu jauh. Tapi capeknya tidak beda dengan turing hari sebelumnya. Cuaca panas dan macet dalam kota sangat menguras tenaga. Apalagi mekanik. Mulai hari ini menghidupkan mesin harus extra tenaga untuk mendorong R80G/S putih yang tidak kuat lagi memakai elektrik starter.

Sunday 1 May 2016

BORNEO TOUR 2016, H3 Pangkalan Bun - Palangkaraya

Sudah diputuskan, pak Budi perpanjang satu hari di Pangkalan Bun. Bukan karena Hotel Swiss-Bellinn yang nyaman atau menikmati keramahan kota Pangkalan Bun. Tapi kondisi terpaksa, demi menunggu sok breker paralever yang sudah dalam perjalanan. Harus rela kehilangan satu hari agenda turing. Besok ditunggu di Palangkaraya rencananya stand by satu hari untuk city tour.

Untuk solidaritas dan keamanan riding di negeri orang, pak Soderi menawarkan diri untuk ikut menemani, perpanjang sehari juga. Alibi yang sempurna, sebenarnya ada agenda terselubung. Masih banyak kerabat yang mesti didatangi di kota ini.

Agak sedikit kurang semangat dalam persiapan berangkat pagi ini. Pak budi dan Pak Soderi masih duduk2 santai dengan celana pendek, sementara yang lain sudah siap dengan atribut turing,  Minus dua motor dalam rombongan kurang asik ah. Seperti kata iklan, kagak ada loe kagak rame. Walau demikian wajah2 ceria masih nampak ketika foto2 di tangga menuju tempat karaoke yang terletak dekat parkiran samping hotel. Dapat masalah dalam perjalanan adalah hal yang wajar, yang penting tetap kompak dan saling dukung. Ini baru namanya Brotherhood.
Swiss Bell Hotel

Pagi ini persiapan agak terburu2, mungkin karena start Jam 10.30 terasa sudah sangat terlambat. Diperkirakan agenda makan siang di Sampit sepertinya sulit diwujudkan. Jarak Pangkalan Bun - Sampit 235 km, dengan kondisi normal bisa ditempuh 3-4 jam. Ditambah lagi harus menunggu 30 menit di perbatasan. Ada titipan dari teman teman KNI Pangkalan Bun yang masih OTW menyusul. Titipan berupa tahu sumedang dalam kotak kertas yang masih hangat. Bahan asupan yang pas untuk turing. karena tahu merupakan sumber makanan yang kaya zat besi, menyediakan 30 persen dari nilai harian yang direkomendasikan untuk zat besi dalam 100 gram. Zat besi dalam tahu terutama digunakan sebagai bagian dari hemoglobin yang membantu dalam ransportasi dan pelepasan oksigen ke seluruh tubuh mempromosikan produksi energi.

Sungguh perhatian yang luar biasa dari kawan yang baru dikenal. Tadi malam ditraktir makan saat baru tiba. Sekarang mau berangkat masih dibekali makanan supaya kuat diatas motor. Sesuai dengan tagline mereka di kaos klub .. "Persaudaraan Tanpa Batas".

Pangkalan Lada
Kami meninggalkan Pangkalan Bun berbarengan saat hujan turun. Deras sekali. Kondisi hujan yang sama persis seperti kemarin. Cuma sebentaran saja. Sesaat sampai di Pangkalan Lada hujan berhenti dan panas sinar matahari mulai terasa. Jalanan kering, sama sekali tidak terlihat tanda tanda bekas hujan turun. Kondisi hujan deras dan panas terus berganti selama perjalanan sampai kami berhenti di Sebabi untuk rehat siang. Berkendara sepeda motor dalam kondisi seperti ini memang butuh konsentrasi tinggi. Sebenarnya kurang asik berkendara seperti ini, adaptasi tubuh terhadap perubahan cuaca sangat menguras energi. Apalagi rute kali ini sangat berbeda dari sebelumnya.
Berkejaran dengan hujan
Lintas Pangkalan Bun - Sampit sangat padat dengan kendaraan roda empat dan roda enam. Sesekali ketemu truk roda sepuluh. Tapi tidak ada ketemu truk roda seratus, soalnya tidak ada pabrik ban di sekitar sini. Untung tadi sempat makan tahu , bekal dari bro and sis dari Pangkalan Bun yang masih hangat sepertinya memang sangat berguna.

Pukul 11.30 kami sampai di Sebabi. Hujan masih turun dengan deras. Tidak jauh dari pertigaan di jalan Jenderal Sudirman berhenti di Rumah Makan Sabrita. Desa Sebabi ini berada di Kecamatan Telawang Kotawaringin Timur. Di spanduk yang terpampang tertulis masakan khas Banjar. Tapi menu yang disajikan beragam. Rawon Sapi, Rendang Sapi, Sop Tangkar Sapi .. Indonesia banget, Bhinneka Tunggal Ika.

Pesanan soto ayam kampung mendadak saya batalkan, aroma sop daging sapi dari mangkuk yang disajikan tepat didepan hidung membuat selera langsung berubah. Disajikan panas2, menghangatkan badan yang kebasahan air hujan, tembus karena memakai jas hujan KW2. Teriakan pemilik warung  tidak saya pedulikan. Dia memberitahu kalo R100GSPD roboh, parkir di tanah yang amblas karena curah hujan memang tinggi. Sajian Sop disini layaklah di promosikan, silahkan mampir kalo kebetulan melintas.

Cuaca sudah cerah pada pukul 13.10 saat mulai berkemas berangkat lagi. Tapi dari kejauhan awan berwarna abu2 tua masih menghadang. Semua memakai jas hujan, kecuali Pak Dhe. Beliau yang sudah yakin gak akan kena hujan lagi di depan. tapi kenyataan lain sampai di SPBU Penyang, Telawang (30 menit sebelum Sampit) kena hujan 3 kali. Bikers tangguh,

Badai Pasti Berlalu
Sadar gak sempat minum jamu tolak angin tadi pagi, dari SPBU ini Pak Dhe manut mau pakai jas hujan kali ini. Walau Sampit sudah dekat, tidak mau ambil resiko kehujanan lagi. Awan hitam berarak mengikuti kami. Hujan pasti akan deras sekali.

Sepuluh menit sebelum masuk kota sampit saat kami berpapasan dengan Bro2 KNI Sampit awan makin gelap. Dan hujan baru turun gak lama setelah kami melepas jaket saat dijamu ngopi sore di Rumah Makan Mentaya, Jalan Jend Sudirman Km. 2 Sampit. Semua ketawa2 .. Pak Dhe membawa keberuntungan, hujan gak berani turun kalau beliau memakai jas hujan. Ada usulan menarik, selanjutnya biar pak Dhe saja yang pakai jas hujan sampai Palangkaraya.

"Sialan lu ... " ini jawaban tegas pertanda usulan ditolak mentah2.

Teman2 Kawasaki Ninja Squad Sampit (KANSAS) yang menyambut kami lumayan banyak, ada sekitar 7 orang.  Ketua mereka Andi Marpaung berkeras hati menawarkan kami makan. Tawaran tulus yang dengan berat hati tidak bisa kami terima, perut masih kenyang bawaan dari Sebabi beberapa jam lalu. Kalo tawaran kopi hitam panas tidak ada yang menolak. memang sudah jamnya ngopi sore. Obrolan dibawah deru hujan sangat akrab, seolah baru ketemu dengan teman lama. Bahasan sekitar obrolan motor dan rute turing. Dan tidak sadar ada bahasan soal Bhinneka Tunggal Ika lagi. Anak2 KANSAS ini ternyata banyak yang berasal dari Sumatera dan Jawa. Malah Pak Ervien asik bernostalgia ngobrol dengan anak muda yang ternyata satu kampung dengannya, Madiun.

persaudaraan tanpa batas
Pamitan kami kepada teman2 di Sampit dibarengi  dengan pemberian vandel oleh Pak Dhe selaku Penasehat Club kepada Bro Andi selaku Ketum KANSAS. Gak mau melepas tamu begitu saja, kami diantar sampai jauh di luar kota. Sebelumnya disempatkan  berfoto di Stadion 29 Nopember Sampit. Sore itu lumayan banyak komunitas motor berkumpul.

Tidak banyak yang bisa dilihat dalam perjalanan dari sampit menuju Palangkaraya. Hari sudah mulai gelap, Jalanan lurus yang basah bekas hujan tidak jelas terlihat. Sulit membedakan jalan gravel berdebu, aspal dan jalan berlumpur yang dilindas berganti2an.

Jam 20.00 kami baru sampai di Kasongan, Katingan Hilir. 60km sebelum Palangkaraya. Istirahat dulu di Rumah Makan Abah, sudah waktunya makan malam. Baru kali ini skedul perjalanan meleset agak jauh. Cuaca dan kondisi jalan tidak boleh disalahkan, kedua nya untuk dinikmati.

Di Km. 8 Palangkaraya lagi-lagi kami disambut. Komunitas KNI sedari sore sabar menunggu. Buat mereka suatu kehormatan bisa mengawal 'setan turing' masuk kota. Suara bising knalpot racing menghapus rasa kantuk, ditambah lagi lampu penerangan disisi jalan berjejer yang menuntun kami seolah berkata ramah selamat datang di Palangkaraya.

Welcome drink kami di Palangkaraya Wedhang Ronde dan Bubur kacang ijo di tepi Jalan RTA Milono. Hangatnya jahe sehangat sambutan Bro Bagus, Bro Aris, Bro Imam dan bro2 KNI Palangkaraya lainnya.

Finish rute hari ini, 455km.

A photo posted by hidra simon (@rahidra) on

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...