Saturday 30 April 2016

BORNEO TOUR 2016, H2 Nanga Tayap - Pangkalan Bun

Ada keraguan saat merancang rute turing beberapa bulan sebelumnya. Keraguan perihal tempat menginap di Nanga Tayap. Kota kecamatan yang berada di antara Pontianak dan Pangkalan Bun. Semua dari kami baru mengenal kota ini saat mengutak atik rute turing. Ada kondisi bahwa  rute sehari jaraknya kurang lebih 400km saja. Dan diupayakan supaya tidak berkendara malam hari. Nanga Tayap pilihan paling pas. Karena posisinya ada di tengah.

Hotel Dakota Nanga Tayap
Hotel Dakota jadi pilihan.  Referensi dari beberapa orang yang ditanyai selalu menyebut nama hotel ini. Sangat bagus di kota ini. Sebenarnya pun tidak perlu hotel mewah untuk istirahat. Yang penting bersih, air melimpah dan ada tempat yang datar untuk tidur.

Karena selalu jadi persinggahan para petugas canvassing barang2 retail antar kota, hotel ini sering penuh. Nasib baik masih bersama kami. Walau hotel full booked tapi kami semua masih kebagian tempat tidur. Satu kamar diisi 3 orang. Dengan extra bed tentunya.

Sarapan pagi diantar ke kamar. Sebelumnya petugas hotel berkeliling menanyakan mau sarapan apa ? Hampir semua memilih nasi goreng spesial dan minum teh manis hangat. Kelihatan ya ... ini bukan kelas hotel berbintang :)

Jam 08.30 semua sudah siap, atribut sudah dipakai dan motor sudah panaskan. Tidak lupa doa sebelum berangkat dipimpim pak Ervien dan toast bersama untuk penambah semangat.

Nanga Tayap memang kota kecil. Hanya beberapa menit berkendara kami sudah berada di area yang tidak ada pemukiman di kiri kanan. Jalan raya juga sepi dari lalu lalang kendaraan. Seolah aspal dibikin hanya untuk kami. Saking sepinya, pak Rizal sempat menghitung, dalam 2 jam berkendara hanya berpapasan dengan tiga kendaraan. 1 kijang inova dan 2 motor bebek.
Jalan raya lengang sekali

Setelah satu jam berkendara kami berhenti. Dapat spot bagus untuk rehat sebentar. Tempat yang teduh, di kiri kanan hutan lebat. Dan sepi sekali disini. Saking sepinya, keberadaan kami menarik perhatian seekor babi hutan untuk mendekat. Berani sekali babi itu. Mungkin dia tahu, tidak satu pun dari kami yang merupakan predator alaminya. Aman.

Sudah sepuluh menit, belum ada juga kendaraan lain melintas. Mulai iseng. Tidur2an di aspal. Foto dengan bermacam gaya. Semua fun. Dan sedetik kemudian ketawa terpingkal2 melihat pak Fery berlari2 mengejar babi tadi dengan sebatang kayu. Gak ada yang tau persis, mengusir atau memburu ... :))

Habis sebatang rokok, perjalanan dilanjutkan. Gak lama berhenti lagi. Sekitar 5 menit setelah jembatan Lambaian sirih kami sampai di tugu perbatasan Kalimantan Barat - Kalimantan Tengah. Berhenti lagi untuk foto2. Sayang kalau tidak ada dokumentasi di tempat ini.

Sebenarnya bukan tugu, lebih tepat kalo dibilang gerbang perbatasan. Karena bentuknya yang memang berupa gerbang yang di jaga empat patung bersosok tegap berwarna hitam.
Perbatasan

Gerbang dengan ornamen khas dayak itu berwarna coklat tanah yang sudah kusam. Beberapa cat sudah mengelupas. Tapi masih berdiri kokoh dengan empat pilar tiang di masing2 sisi. Total ada delapan tiang yang berdiri diatas Guci Besar yang berhiaskan ukiran Seekor Naga. Sesuatu yang saya belum paham, kenapa ada ornamen naga di artefak suku dayak. Apakah ini berhubungan dengan nenek moyang yang berasal dari Yunnan, Cina Selatan ? Bisa jadi. Soalnya orang dayak kulitnya putih dan bermata sipit.

Pukul 10.00 kami melintas di Kudangan. Belum ketemu tempat menarik untuk foto2. Saya cuma ambil gambar di depan Polsek Delang. Gak jauh dari polsek ada bangunan gereja tua yang terbuat dari kayu. Disini saya tahu kalau sudah berada di wilayah Kabupaten Lamandau.

Desa Kawa
10.45 berhenti rehat siang. Di desa Kawa ada warung yang lumayan besar dan komplit. Sepertinya disini rest area di jalur trans kalimantan. Ada beberapa warung terlihat di sisi kiri dan kanan jalan. Disini juga jual bensin eceran.

Informasi dari patok di tepi jalan, pangkalan bun masih 154km lagi. Lumayan jauh. Informasi keberadaan SPBU masih belum pasti. Gak mau ambil resiko kehabisan bensin ditengah jalan, diputuskan masing2 agar mengisi tanki bensin penuh. Rejeki yang punya warung. Stok bensin ecerannya laku terjual. Dan juga rejeki warung tetangga, kebutuhan bensin untuk motor2 boxer yang minumnya seperti gajah tidak cukup dipenuhi oleh satu warung saja.

Dagangan banyak, tapi sayangnya disini tidak menyediakan makanan berat. Kata yang punya warung 1 jam di depan ada tempat makan bagus dan enak. Bisa sekalian istirahat.


Restoran ikan bakar Pak Akhyar namanya. Alamat lengkapnya di Simpang Fitri Jalan Trans Kalimantan Km 1. Sekitar 15 menit setelah stadion Hinang Golloa. Kami tiba disini pukul 12.45. Dari sini Pangkalan Bun sudah dekat. Sekitar 2 jam lagi. Masih cukup banyak waktu untuk berleha-leha. Disini, kalo ngantuk karena kekenyangan habis makan boleh lanjut tidur2an.
Restoran pak akhyar

Sms masuk, ada info kalau rekan2 bikers dari Kawasaki Ninja Indonesia Pangkalan Bun sudah menunggu untuk penjemputan. Mau gak mau segera bersiap, lagipula dari kejauhan awan hitam tampak menggantung di jalan arah Pangkalan Bun.
Tepat pukul 14.15 perjalanan dilanjutkan. Sebagian menyiapkan jas hujan diatas jok agar gampang diakses. Ritual memakai jas hujan memang merepotkan. Dipakai sedari awal, panas nya minta ampun dan hujan belum pasti turun. Dipakai dijalan saat hujan mulai turun, ribet nyaa ... mesti parkir motor, cari tempat berteduh, lepas sepatu. Bikin gregory juga takut ketinggalan rombongan.

Dan hujan benar2 turun saat melintas di Berapi. Ini sudah masuk wilayah Kotawaringin Barat. Tiga motor berhenti diseberang UPT Pertanian Beraupi. Yang lain entah berhenti dimana. Dari sini iring2an mulai kocar kacir (lagi). Hujan sangat deras. Dan uniknya, cuma sebentar. Hujan lokal sering terjadi di daerah ini. Baru permulaan, di depan awan hitam masih menggantung.

Menjelang masuk Pangkalan lada, sekitar 20 menit melewati jalan rusak berbatu. Tepat nya jalan yang sedang dalam proses perbaikan. Batu batu sebesar kepalan tangan bayi berserak di jalanan untuk dipadatkan. Untungnya ketika melintas disini belum turun hujan. Jalanan masih kering berdebu. Walau demikian tidak bisa melaju kencang. Berkendara pakai gigi 2 sambil milih2 jalan. 

Rute ini memakan korban tiga motor. Kabarnya R100R sempat tergelincir di rute ini saat jalan sendirian. Dibantu penduduk lokal untuk mendirikan motor. Sok breker R100GS yang memang sudah bermasalah sejak awal menjadi makin parah. Guncangan jalan membuat diode board R100RS K.O. mendadak charging indikator melotot gak mau padam. Pertanda ada masalah dalam pengisin aki.

Kswasaki Ninja Indonesia Pangkalan Bun
Di pertigaan Pangkalan Lada Bro Rudi dan Bro Bagus dari Kawasaki Ninja Indonesia sudah lama menunggu sejak siang. Tiga Motor sport warna hitam, hijau dan merah putih parkir berjejer di tepi jalan depan warung. R100GSPD sampai lebih dahulu. Disusul kemudian R80G/S putih dan R100R pada pukul 15.30

Kopi hitam sudah tersaji diteras warung yang memakai keramik putih, dengan cemilan tentunya. Niat membuka jaket dekat sajian kopi dibatalkan. Baru sadar kalo jaket kotor penuh debu. Melewati jalan berbatu dengan jaket basah karena hujan membuat butiran debu gampang melekat. Serpihan2 warna abu2 itu tidak hilang cuma dikebas dengan tangan.

Butuh setengah jam lebih, baru delapan motor komplit berkumpul. Pak rizal langsung lapor supaya Pak Udin cek kelistrikan motor. Pak Budi nampak lesu, bukan karena capek. Hilang semangat karena menyadari sok breker paralevernya patah. Mau gak mau motor harus naik mobil storing. Pasti galau, Pangkalan Bun baru seperempat dari keseluruhan rute yang akan ditempuh dalam Turing Jenderal ini.

Mekanik mulai membuka alternator cover R100RS. Penyakit langsung ketahuan, diode board rusak. Untung ada yang bawa part pengganti. Ini motor kedua yang ada masalah diode board.

Kalau badan lagi capek ini pemandangan yang asik. Berkah kalau ada kawan yang dapat trouble kecil adalah waktu istirahat yang lebih panjang. He he he ..

Ada yang asik merokok, ada yang tiduran dan ada yang ngisi bensin di seberang jalan. Sementara Hidra dan Pak Budi asik berdiskusi. Cari akal, gimana caranya mendatangkan cadangan sok breker paralever dari Bandung dalam 24 jam. Pinjam dari teman yang kebetulan punya motor yang sama tadi belum selesai dibangun.

Ada harapan. Dengan bantuan teman2 KNI pangkalan bun dimungkinkan sok breker bisa sampai besok siang. Dikirim pakai pesawat Trigana Air penerbangan paling pagi. Koordinasi dengan teman dibandung juga lancar. Gak ada masalah, saling dukung.

Menjelang magrib kami mulai jalan ke arah kota. 7 Motor boxer dikawal 3 motor Kawasaki Ninja. Butuh 30 menit dari pertigaan Pangkalan Lada menuju kota Pangkalan Bun. Tidak langsung menuju hotel. Ada undangan makan malam dari teman. Senangnya kalo dapat gratisan.

Hari libur Pangkalan Bun lumayan ramai. Antrian lumayan panjang di lampu merah dalam kota. Beberapa motor terpisah.  Karena kurang koordinasi banyak waktu terbuang karena saling tunggu. Terutama mobil storing, jauh tertinggal di belakang.

Walau agak lama sampai di lokasi, para penumpang mobil storing tidak kehabisan makanan. Sajian makan malam sangat luar biasa. Menu komplit. Udang, ikan bakar, petai, lalap, pisang, semangka. Itu yang saya makan .. lainnya masih banyak lagi.

Tidak ada yang lebih diinginkan saat perut kenyang selain langsung ke hotel, mandi dan tidur. Tapi ajakan tuan rumah untuk ikut nongkrong sebentar di Bundaran Pancasila tidak dapat kami tolak. Malam Minggu disana banyak berkumpul komunitas motor dari bermacam merk. Kebanyakan anak2 muda.

Saat tiba di lokasi, area parkir sudah disiapkan. Dari jejeran motor yang parkir motor2 kami terlihat paling bongsor. Kurang lebih sama dengan usia para pengendaranya ... bongsor kabeh.

Malam itu ada tiga polisi yang bertugas di bundaran. Berdiri terpisah mengatur lalu lintas yang cukup ramai. Seorang polwan dengan ramah mempersilahkan saat kami minta ijin untuk berfoto di bundaran bertuliskan "Pangkalan Bun".
Dengan inisiatif sendiri polwan berwajah manis itu meminta pengunjung lain untuk pindah tempat, bergantian dengan kami yang ingin berfoto rame-rame.

Bayi kalo lapar dan mengantuk biasanya rewel. Orang gede juga gitu,  kalo kenyang dan ngantuk pun bisa rewel juga. Perut kenyang tidak kelihatan, tapi wajah letih tidak bisa disembunyikan. Jam 21.30 kami check in di Swiss Bellin Hotel.

Finish rute hari ini. 353 km.



Friday 29 April 2016

BORNEO TOUR 2016, H1 Pontianak - Nanga Tayap

Pagi pukul 08.30 di parkiran Hotel Golden Tulip Pontianak semua motor sudah siap untuk berangkat. Beberapa orang masih sibuk sendiri2. Bu uci sibuk ngurusin check out hotel. Om lexy masih bolak balik peta sekedar memastikan lagi rute hari ini.

Mekanik udin baru saja selesai membereskan perkakas seiring dengan senyum sumringah pak Ervien setelah masalah battery charging R100GSPD nya bisa diselesaikan. Thanks to pak Budi atas donor Diode Board.

Pagi ini cuaca cerah. Walau masih pukul 9, hawa panas kota Pontianak sudah terasa. Ditambah lagi lalu lintas di depan hotel yang mulai padat. Tempat kami parkir motor di area hotel memang tepat di tepi jalan raya Teuku Umar. Karena itu ide untuk mampir dulu makan es krim Angi tidak ada yang membantah. Ide yang baru terbersit setelah membaca artikel kuliner di Pontianak di pesawat. Kebetulan jarak nya tidak jauh. Sekitar 10 menit dari hotel.

Walau sebagian besar peserta sudah 3 hari di Pontianak, tapi hari ini adalah hari pertama untuk riding jarak jauh. Doa dahulu sebelum start motor, untuk kesehatan dan keselamatan dalam perjalanan.

Arahan dari juru rute, trayek untuk hari ini adalah Pontianak - Nangatayap. Estimasi jarak di peta digital sekitar 550km dengan waktu tempuh rata2 13 jam. Google maps menunjukkan jalan dengan melewati kota sanggau. Tapi tidak seperti itu rute yang kami tempuh. Abaikan arahan dari mr google, kami mau potong jalan lewat jembatan kapuas tayan yang baru diresmikan. Rute ini menghemat jarak tempuh sekitar 130km.

Sesuai kesepakatan, mampir dulu makan es krim Angi. Tempatnya mudah dicari, di yepi jalan KS tubun tepat didepan sekolah katolik Santo Petrus. Tidak seperti restoran kebanyakan, ini adalah rumah biasa yang mempunyai halaman dan teras yang luas. Teduh dengan pohon2 tinggi disekitar, dan lay out berupa kursi dan meja dari kayu sangat cocok untuk duduk santai2 sambil ngobrol.

Es krim Angi adalah es krim lokal. Beda dengan es krim merk impor yang sering ditemui di mall2 dan supermarket. Eskrim ini disajikan dengan wadah berupa kelapa muda yang dibelah dua, campurannya kacang merah, cincau, coklat atau sesuai selera.
Pertama kali makan es krim di batok kelapa, agak aneh. Tapi lama2 asik juga. Makan es krim sibuk milih2 kacang merah sambil ngorek2 kelapa muda yang masih nempel di cangkangnya.
Oh ya, es krim angi tidak hanya jual es krim. Jajanan khas pontianak lain ya juga banyak dijual.

Walau enak, makan es krim gak boleh nambah. Bukannya pelit tapi perjalanan masih jauh. Dan hari makin siang. Pukul 09.30 motor sudah jalan beriringan. Setelah melewati jembatan di jalan Sultan Hamid langsung belok kanan arah jalan M Sabran. Dan 15 menit kemudian semua berhenti di SPBU. Semua motor harus diisi full tank. Kabarnya sampai Nanga Tayap nanti kesempatan untuk mengisi bensin adalah di pedagang pengecer pinggir jalan. Walau banyak SPBU baru dibangun tapi semuanya belum beroperasi.

Selepas kota Pontianak jalanan relatif sepi. Di kiri kanan jalan mulai nampak rumah2 yang berdiri diatas tanah rawa. Kualitas jalan sangat baik. Tidak ditemui kerusakan yang berarti. Sepanjang rute ini hanya sekali berhenti untuk foto2 di tepi jalan. Area bekas galian tanah merah, tapi belakangnya ada tebing batu menjulang. Bergaya sedikit lah seolah telah menempuh jalur off road.

Satu setengah jam kemudian rombongan mulai terpecah2. Semua ingin menikmati jalan dengan cara masing2. Jalan lurus dengan aspal mulus memancing hasrat untuk memacu mesin dengan kecepatan tinggi. Tapi ada juga yang berpikiran beda, jalan bagus sayang kalo ngebut. Ntar cepat sampai. Mending jalan santai aja. Menikmati putaran gardan yang menarik motor untuk membawa badan menerpa angin. Sedaap.

11.20 berhenti di Simpang Ampar. Pertigaan dengan jalan agak menurun, ada tugu prajurit dayak lengkap dengan pedang dan perisai. Belok kanan untuk terus lanjut ke jembatan Tayan. Arah kiri adalah jalur trans kalimantan menuju Sanggau.

Walau ada restoran padang disini, kami tidak berhenti lama. Setelah semua motor berkumpul, diputuskan untuk terus lanjut mencari mesjid terdekat untik sholat jumat. Informasi dari masyarakat sekitar, ada mesjid 10 menit didepan. Masjid Nurul Iman namanya. Berada di Desa Danau Teluk, Kecamatan Tayan. Mesjid ini berwarna hijau yang terlihat masih dalam proses finishing.

Mesjid ini tepat berada di tepi jalan raya. Ada warung disebelahnya. Yang tidak jumatan bisa ngopi sambil jagain motor.
Kelar jumatan langsung tancap gas. Saling berpacu untuk sampai terlebih dahulu karena rasa penasaran melihat wujud rupa jembatan yang katanya bakal meningkatkan nadi perekonomian empat propinsi. Jembatan megah yang butuh 2 presiden dalam pembangunannya.

Dari kejauhan sudah terlihat proyek konstruksi yang baru selesai. Aspal dan penerangan jalan sudah rapi.
Jembatan ini memiliki panjang keseluruhan mencapai 1.440 meter lebarnya sekitar 11 meter. Cukup untuk 3 jalur kendaraan. Jembatan ini lumayan tinggi, 13 meter dari permukaan sungai.
Jembatan Kapuas Tayan

Bentangan jembatan menghubungkan Kota Tayan dengan Desa Piasak dengan melewati pulau Tayan. Delta yang berada di tengah sungai Kapuas.
Tidak ada pohon besar atau tempat yang rindang untuk berteduh di sekitar jembatan. Sesi foto2 gak bisa berlama2. Panas terik sekali. Dan jam makan siang sudah lewat beberapa jam. Lemes. Tangan menjumput yang diarahkan ke muka adalah kode .. makan .. makan.

Tapi, tidak ada terlihat tempat makan di sekitar. Ini mungkin karena proyek baru saja selesai beberapa bulan.  Padahal area ini bisa menjadi destinasi wisata. Atau menjadi rest area yang sangat straregis di jalur trans kalimantan. Banyak spot bagus untuk buka restoran di tepi sungai.


Gak jauh dari jembatan. Sekitar 5 menit berkendara pelan ada rumah makan yang cukup besar. Rumah makan Pak Long. Masih masuk di wilayah Desa Piasak. Menunya kebanyakan dari ikan. Pindang, sop. Walau variasi masakan gak banyak tapi semua makan lahap karena memang enak. Pak long masak gak banyak. Seketika langsung habis oleh kami bertigabelas. Kasihan pengunjung berikutnya .. (kalo ada). 

Selepas makan siang adalah waktu yang paling gak enak berkendara. Mata ngantuk karena kekenyangan. Ritme kecepatan beberapa motor sudah mulai berantakan. Kode kalo butuh secangkir kopi panas.
15.20 break ngopi. Kebetulan ada warung saat melintas di sebuah kampung. Semua menepi dan parkir motor di tempat aman. Soderi R1200c bablas. Tidak melihat kami berhenti. Jalan paling depan tapi tidak pernah lihat kaca spion.
"Gak usah dikejar. Biarin aja. Ntar juga dia balik sendiri." Kata bu Uci. Dan benar, 5 menit kemudian dia balik.
"Saya babblass ... Berhenti gak bilang bilang ...." katanya sambil nyengir dengan logat kebumen yang medok.

Fery dan pakde khusuk menghisap rokok. Ervien sibuk mengaduk kopi. Elis asik main henpon. Beberapa rekan lain sedang ngobrol dengan pemilik warung. Yang awalnya agak terkejut saat rombongan motor kami menepi, salah satu motor yang memakai plat nomor BK mengingatkan dia saat dulu pernah kerja di Medan.
Ini bukan warung kopi. Dari dagangan yang dipajang, ini cuma warung rumahan biasa. Banyak makanan dan minuman ringan dijual. Tapi tidak keberatan saat kami minta dibuatkan kopi panas.

Tak ketinggalan,  di warung ini jejeran jerigen berisi bensin eceran di tepi jalan juga dijual. Inilah khasnya riding di jalan trans kalimantan. SPBU jarang ditemui, orang2 disini sudah biasa membeli bensin seliter dengan harga sembilan ribu rupiah atau lebih. Gak pernah gaduh saat harga BBM naik turun. Nerima aja. Percaya pada pemerintah aja katanya.

Salah satu anak gadis memainkan henpon berkamera. Potret sana sini di beberapa motor yang terparkir tidak rapi. Henpon lumayan canggih, padahal disini tidak ada sinyal. Kalo mau nelpon mesti berkendara beberapa kilo untuk menangkat sinyal. Itupun sayup2.

Dari peta digital, nama tempat ini adalah Paoh Concong, Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang Kalbar. Jaraknya sekitar 2 jam dari Jembatan Tayan yang baru diresmikan. Dilalui jalan trans kalimantan yang aspalnya kualitas satu, mulus.
Soal Jembatan Tayan, keluarga ini bercerita sangat bersemangat. Sejak adanya jembatan, barang kebutuhan lebih mudah di dapat dan lebih murah. Bahkan bensin eceran jualan mereka pun  turun harga. Mudah mendapatkan bensin mereka beli dari Pontianak. Akses lebih cepat dua jam dan lebih murah karena bisa dilalui kapan saja. Sebelumnya mesti naik kapal ferry dengan ongkos 250ribu untuk satu mobil.

Cerita mereka lagi, pernah pada suatu malam, ada keluarga yang sakit dan harus segera dibawa ke rumah sakit di Pontianak. Jam 2 malam tidak ada yang mau menyeberangkan. Terpaksa menunggu sampai pagi.

Harapan mereka, dengan adanya jembatan ini bisa meningkatkan kehidupan  ekonomi warga sekitar. Dapat dilihat disekitar jembatan sudah banyak rest area berdiri.  Harapan yang harus terus dijaga dan diwujudkan.

Seperti harapan anak gadis mereka yang katanya  ingin kuliah di Pontianak ngambil jurusan akuntansi. Semoga sukses dek... Selamat begadang baca2 bukunya Niswonger, Fess, Warren.

Pukul 17.15 kami melewat jembatan Sandai yang melintasi Sungai Pawan. Sinar matahari sore masih bagus, sayang kalo tidak foto2. Tapi gak ada yang motor yang mau berhenti.  Semua berlalu numpang lewat.
Sebenarnya tidak sampai 5 menit saya berhenti untuk mematikan mesin, menyiapkan kamera henpon dan mengambil gambar sekitar 5 frame. Tapi ini membuat saya harus riding sendirian setelahnya. Rombongan di depan tak terkejar. Apalagi saya harus menepi ke tukang bensin eceran saat mesin mulai mbrebet karena kehabisan bensin ketika sore semakin gelap.
Baru jam 18.45 ketemu rombongan yang berhenti di warung nasi yang jaraknya sekitar 500 meter sebelum Hotel Dakota Nanga Tayap. Disini istirahat sekaligus makan malam.
Alhamdulillah, finish etape 1.
#wildborneotour2016

Thursday 28 April 2016

Didalam Tugu Khatulistiwa

Kesampaian juga bisa berdiri diatas lintas garis khatulistiwa ..


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...