Tuesday 3 May 2016

BORNEO TOUR 2016, H5 Palangkaraya - Banjarmasin

Untuk yang suka bepergian secara berkelompok, Hotel Grand Sakura saya rasa pilihan yang tepat saat menginap di Palangkaraya. Hotel ini bersih dan harga lumayan murah. Pelayanan cukup bagus. Arena parkir sangat luas. Walau arena hotel berada di tepi jalan raya suasana tidak terlalu bising karena bangunan hotel jauh di dalam. Tapi gak usah berharap terlalu banyak dengan menu sarapan pagi. Sesuai dengan tarif yang dibayar.

Kalau memungkinkan pilih kamar di lantai dua, posisi nya saling berhadapan dan terdapat ruang tamu yang cukup luas dengan lay out sofa yang cukup nyaman di depannya. Sangat cocok untuk dijadikan arena ngobrol atau menerima tamu. Gak usah jauh-jauh turun ke lobi hotel.

Sampai menjelang keberangkatan kami masih menerima kunjungan teman-teman yang sudah dua hari ini setia menemani. Tidak ada khawatir akan telat berangkat karena rute hari ini sangat pendek. Jarak Palangkaraya - Banjarmasin kurang dari 200km. Kali ini disengaja memilih pendek, supaya bisa sampai di Banjarmasin siang menjelang sore. Rencananya disana kami akan makan siang dengan menu soto banjar, makan malam lontong orari, cukup tidur karena hendak  main ke pasar terapung Kuin besok paginya.

luar kota Palangkaraya
Setelah ritual foto bareng di depan hotel selesai. tepat pukul 09.45 kami berangkat. Sebenarnya, belok kiri setelah keluar hotel adalah arah jalan menuju Banjarmasin. Tapi kami berputar dulu sekitar 50 meter di depan. Sepertinya cuma saat ini ada kesempatan untuk bisa berfoto di depan rumah Betang. Gak kenapa walau bukan rumah asli yang dihuni masyarakat. Yang penting ada sesi foto di depan rumah tradisionil. Agenda berkunjung ke Rumah Betang yang asli disimpan untuk rencana turing berikutnya .. (ketik amiin dan share supaya bisa terwujud .. wkwkwk ..)

Tugu Selamat Datang / Selamat Jalan di Kota Palangkaraya jaraknya tidak terlalu jauh. Sekitar 15 menit berkendara. Disini kami sudah ditunggu Bro Imam yang ingin mengawal kami. Kebetulan hari itu dia memang berkehendak ke Banjarmasin urusan keluarga. Tugu kecil yang sangat sederhana dengan ornamen Rumah Betang warna kuning bertuliskan  Kota Cantik, kutata, kubangun dan kujaga. Kalimat ini adalah penggalan dari bait terakhir Lagu Mars Kota Palangkaraya yang lengkapnya adalah sebagai berikut :

Kota Palangka raya
Kutata Kubangun dan Kujaga
Agar Senantiasa Cantik Terpelihara
Palangka Raya Menuju Jaya

Palangkaraya - Kualakapuas jaraknya 135km. Ditempuh 2,5 jam kalo jalan santai plus foto2 kalau ada tempat menarik, banyak spot bagus. Apalagi kalo sedang melintasi jembatan. Salah satu spot bagus adalah Jembatan Pulau Telo. Jembatan ini lumayan panjang. Melintasi Sungai Kahayan yang alirannya in line dengan jalan kami sejak dari Palangkaraya tadi. Sungai Kahayan atau sering juga disebut Sungai Dayak Besar panjangnya 600km. Melintasi  Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Pulang Pisau.
view dari jembatan pulau telo

Karena terlalu asik berfoto2, empat motor ketinggalan. Padahal cuma berhenti sebentar. Setelah melintasi Jembatan Pulau Telo, kita sudah sampai di Kota Kuala kapuas. 5 menit di depan ada perempatan. Lurus adalah jalan Trans Kalimantan lewat tengah kota, Ke kiri arah Banjarmasin juga lewat pinggir kota yang jalannya lebih sepi, Jam 11.55. Sudah waktunya makan siang dan tidak ada koordinasi sebelumnya lokasi berhenti untuk istirahat makan.

Saling tunggu, hilang waktu 15 menit. Mereka yang ketinggalan sempat ada pikiran mungkin makan siang di Banjarmasin.Karena jaraknya tinggal 60km lagi. 1 jam nahan lapar bisaa laah. Ternyata salah, rombongan sudah ada di tengah kota. Menunggu di Cafe Terapung Kuala kapuas. Disini kita berhenti untuk makan siang, sekaligus janji temu dengan rekan bikers lain dari komunitas MAC Yogyakarta yang juga sedang riding melintas bumi Borneo.

Teddy Sanjaya dengan Harley Davison WLA 1942 dan rekan2nya yang memakai motor inggris antik sedang melakukan perjalanan "true wanderer". Senangnya bisa bertemu kawan lama di negeri orang walau cuma sesaat. Saling support, gak peduli beda rute, beda motor, beda usia .. yang penting sama gilanya.

Joget di Cafe Terapung
Awalnya cafe ini untuk kalangan tertentu saja, sejak 2012 cafe yang dulunya merupakan Bis Air ini dibuka untuk umum. Hanya saja Siang itu Cafe sebetulnya belum buka tapi bujuk rayu kami berhasil memperdaya pegawai2nya untuk sekedar rehat kopi2 & roti bakar.

Ini cafe, bukan restoran. Tidak ada menu makanan berat untuk makan siang. Ragam menu minumannya lebih bervariasi dari pada makanan. Semua pesan minuman, tapi hanya beberapa saja yang memesan makanan, itupun Indomie telor.

Kampung Hampatung dilihat dari Cafe Terapung
Cafe ini dilengkapi dengan fasilitas karaoke dan tempat duduk santai di bagian luar. Saat baru tiba hampir semua dari kami duduk2 di tepian cafe sambil menikmati lalu lintas air yang lumayan ramai. setiap saat ada saja lalu lalang transpotasi air melintas. Sungai Kapuas ini sangat lebar, menurut Bu Uci sungai disini sudah seperti laut saking lebarnya. Namun demikian dari sini kita masih bisa melihat pemukiman Kampung Hampatung yang ada diseberang.

Walau sudah dibangun jembatan, akses masyarakat di kampung ini ke kuala kapuas masih menggunakan transportasi air. Untuk menghemat jarak, karena harus memutar jalan tempuh sekitar 10km jika hendak menggunakan jembatan. Bro Isay, driver mobil storing kami punya cerita sedih, pernah kehilangan keluarga dalam sebuah kecelakaan di dermaga ketika menggunakan layanan transportasi ini.

Pembahasan kuliner Soto Banjar membuat kami segera bergegas memakai jaket dan menghidupkan motor. Cafe langsung sepi karena kami adalah satu2nya pengunjung siang itu. Kami berjalan pelan beriringan dengan rombongan Teddy cs. Sampai kemudian berpisah jalan di Bundaran Tugu Batang Garing. Mereka ambil jalan ke kiri menuju Palangkaraya. Kami belok kanan.

Berdasarkan permintaan Pak Djoko, rekan sesama penggemar motor BMW yang juga ketua club, kami berhenti sesaat melintas di Jembatan Barito. Bu Uci mencari2 dimana gerangan posisi prasasti jembatan, ada nama Pak Djoko di prasasti itu. Jam 14.20 cahaya matahari sangat deras dari arah barat, sehingga jembatan kokoh yang berwarna kuning sangat kontras dengan langit warna bitu diatas kota Banjarmasin.
Jembatan Barito

Jembatan sering juga disebut Jembatan Bakut karena melintasi Pulau/delta Bakut dibawahnya. Lebar jembatan 10.37 meter dengan panjang keseluruhan 1.082 meter. Jembatas ini tinggi sekali, 18 meter. sehingga sungai dibawahnya masih bisa dilalui kapal tongkang.

Memasuki kota Banjarmasin, naik motor sudah tidak asik lagi. Macet jalan raya sebagai ciri khas kota besar tidak dapat dihindari. Jarak beberapa kilometer untuk mencari tempat makan soto banjar terasa jauh sekali. Bro Imam sebagai guide, mengendarai motor pelan sekali. Selain lalu lintas yang padat juga menghindari jangan sampai ada kawan2 yang ketinggalan.

Tepi Sungai Martapura
Keletihan luar biasa saat kami tiba dan berhenti di Soto Banjar Bawah jembatan. Parkir motor dan lepas jaket. Keletihan yang membuat kami malas untuk pindah tempat, sebenarnya tujuan kami adalah Soto Banjar Pak Amat yang lokasinya sekitar 300 meter dari tempat ini.

Tempat ini pun lumayan bagus, luas dan strategis. Banyak spot bagus untuk foto2 karena persis berada dibawah jembatas yang melintasi Sungai Martapura. Saya pribadi tidak terlalu memperduliakan Soto Pak Amat yang katanya lebih enak, karena saya belum pernah makan soto banjar. Nyatanya buat saya soto disini enak juga, mirip2 soto padang laah ... Tapi tetep jauh lebih enak soto padang sih, karena denai anak minang ... :))



Menjelang sore, lalu lintas makin padat. Butuh setengah jam untuk sampai di Treepark Hotel Banjarmasin. Hotel ini sebenarnya sangat strategis, berada di pusat kota. Tapi tidak ada petunjuk jalan yang mudah terlihat di sepanjang Jalan Ahmad Yani. Beberapa dari kami sempat kelewatan.

Motor kami dapat tempat khusus untuk parkir. Lokasinya paling dekat dengan lobi hotel, dengan kontur aspal yang agak miring. Ada insiden sedikit disini, karena panas nya matahari Banjarmasi sedari siang membuat aspal menjadi agak lembek. R51/3 nya si Boy yang diparkir dengan standar samping sempat rubuh dan menimpa R1200c nya pak Soderi. Insiden yang meninggalkan lesung pipit manis di tanki sebelah kiri.

Finish rute hari ini, 193km.

bonus :

Makan malam Lontong Orari sudah diagendakan sejak dari Jakarta. Terkenal sekali kuliner khas Banjarmasin ini. Yang baru pertama kali ke Banjarmasin selalu menyempatkan untuk mampir makan disini. Tapi tidak semua dari kami ikut ke sini, bukan karena sudah pernah tapi karena ada kepentingan masing-masing. Pak Soderi dan Boy lagi jalan-jalan ke Martapura. Pak Dhe stand by di hotel. “Aku bungkus ae yoo ..” selalu begitu kalo diajak makan malam diluar.

Rumah makan ini berlokasi di Jalan Simpang Sungai Mesa (Kabel) nomor 12 RT 18, Kelurahan Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Sudah ada sejak tahun 1983. Penamaan Orari konon berkaitan dengan penggemar radio amatir yang keran menjadikan tempat ini sebagai tempat nongkrong.

Kesan pertama kali melihat sajian lontong ini mengingatkan saya pada sajian kue lupis. Karena bentuk lontong yang beda dari biasanya. Bentuknya segitiga, persis potongan kue lupis hanya saja ukuran jauh lebih besar. Makan satu biji sudah sangat kenyang, kecuali memang sedang lapar sekali. Rasanya mirip sekali lontong sayur betawi, dengan kuah sayur bersantan kental dan sedikit berminyak. Tapi minus kacang panjang dan serutan pepaya muda.



Monday 2 May 2016

BORNEO TOUR 2016, H4 Palangkaraya city tour

Sejauh ini tidak ada kendala berarti dalam perjalanan. Hanya saja ada sedikit gangguan kecil yang membuat keberadaan tim di Palangkaraya tidak komplit. Dua motor terpaksa harus tinggal di Pangkalan Bun. Budi R100GS menunggu kiriman sparepart dari Jakarta dan Soderi R1200C Ikut menemani. Tapi dibalik itu semua ada  kejutan. Boy R51/3 nyusul ikut turing. Satu satunya motor klasik dalam tim. Memotong rute naik kapal ferry, menyeberang dari Semarang menuju Pangkalan Bun malam sebelumnya.

Sesuai skedul perjalanan yang disusun, hari ke empat istirahat sehari penuh di Palangkaraya. Bisa dibilang ini adalah hari bonus untuk charging energi yang terkuras dalam tiga etape sebelumnya yang melelahkan. Bebas bisa bangun siang.

Namun demikian, R100GSPD tetap harus bangun lebih pagi. Hasil inspeksi mekanik, motor di vonis harus ganti ban belakang sekaligus ban depan.  Ban sudah usang dan tidak aman dikendarai mengingat rute yang yang akan ditempuh masih panjang.

Dengan bantuan bikers lokal, keliling kota cari ban yang cocok. Walau Palangkaraya termasuk kota besar, tidak mudah mencari ban untuk motor off road dengan ukuran 17 in belakang dan 21 in depan.
Akhirnya roda yang dimaksud dapat diperoleh. Namun muncul masalah kedua, harus di bawa ke bengkel mobil untuk membuka ban usang. Ban susah dibuka dengan tangan. Harus dibuka dengan tenaga hidrolik. Banyak waktu terbuang dan harus rela ditinggal makan siang. 

A photo posted by hidra simon (@rahidra) on

Hidangan sudah tersaji saat kami tiba di Restoan Kampung Lauk. Restoran yang cukup terkenal di kota ini. Pilihan tempat kami duduk cukup strategis, tepat dipinggir sungai Kahayan. Dari sini kita dapat melihat jembatan Kahayan yang cukup megah dari kejauhan.

Sambil makan perjalanan 3 motor yang menyusul dari Pangkalan Bun terus dimonitor. Dapat info R100GS sudah sampai di Sampit. R1200C dan r51/3 jauh tertinggal di belakang. Gak tanggung2, tertinggal 70km. R100GS melesat sendirian, asik melaju menikmati sok breker baru. Membayar lunas hutang, setelah berpayah-payah riding dengan sok breker patah sepanjang jalur Nanga Tayap - Pangkalan Bun dua hari sebelumnya.

Tepat pukul 2 waktu setempat. ada perintah untuk segera bersiap2. Ervien R100GSPD masih bersungut2 menyantap sajian yang menurutnya tinggal sedikit karena sudah dihabiskan Rizal R100RS.

Hidra R80G/S putih mulai dapat masalah, motor gak bisa distarter. Info dari mekanik, tadi lupa matikan kunci kontak dan lampu dibiarkan terus menyala. Stroom aki habis.

Tujuan berikutnya adalah Borneo Orangutan Survival yang berjarak sekitar 30km dari pusat kota Palangkaraya. Hanya setengah jam berkendara kami sudah sampai di tujuan. Tepat pukul 3. Suasana sepi di area yang sangat teduh karena pepohonan lumayan rapat. Berasa sudah masuk hutan. Portal sudah ditutup saat kami datang, tapi masih diijinkan masuk sebentar untuk lihat2. Oh ya .. disini dilarang merokok.

Gerbang masuk Nyaru Menteng
Tempat ini didirikan khusus untuk menyediakan perawatan dan rehabilitasi bagi orangutan2 yang terusir dari habitatnya atau anak orangutan peliharaan yang terpisah dari induknya karena ulah manusia.

Disini ada sekolah khusus orangutan. Mereka bukan untuk dijinakkan justru diajarkan untuk liar. Diajari cara bertahan hidup dihutan, membangun sarang, memilih makanan. Bahkan ironis nya. Ditempat ini manusia mengajarkan orangutan cara memanjat.

Niat untuk menyaksikan anak2 orangutan pulang sekolah tidak kesampaian. Hari makin sore. Masih ada satu tempat lagi yang harus  dituju, Museum Balanga. Museum yang terkenal paling luas di Indonesia, rapi dan bersih. Juga museum yang terkenal paling angker.

Dengan kecepatan normal, dalam setengah jam museum bisa dicapai. Tapi iring2an kami berjalan agak lambat karena di Km 15 ada kecelakaan terjadi di depan mata. Avanza yang gagal menyalip nyelonong masuk parit dan tersangkut di pohon sawit. Sore itu lalu lintas memang agak padat.

Jam 4 sore museum sudah tutup. Tapi masih ada penjaga yang baik hati mau membukakan pintu dan mengijinkan kami masuk bertamu. Cuma menunggu sebentar, petugas satu lagi yang membawa kunci sedang tidak ada ditempat.

Penjaga yang baik hati itu bukan orang dayak. Dia keturunan jawa tapi besar di kalimantan. Sebagai anak kolong beliau selalu ikut orang tua yang dapat tugas dinas di sekitaran kalimantan. Dari penjelasannya, Museum Balanga  ini luasnya 5 hektar. Menyimpan banyak barang2 asli bikinan suku dayak. Dengan melihat koleksi yang ada, kita bisa mendapat gambaran kehidupan orang2 dayak Kalimantan Tengah.

Orangutan BOS
Hari semakin sore. Tidak bisa berlama2 di dalam museum. Bukan karena petugas yang tidak sabaran untuk segera pulang. Tapi museum terasa begitu luas untuk kami yang cuma berdelapan. Ditambah lagi dengan  informasi2 bahwa unsur magis sangat melekat pada barang2 koleksi museum, baik itu senjata tradisional atau sekedar alat pencari ikan. Dan konon ada beberapa ruangan yang tidak dianjurkan untuk dilihat. Ruangan tempat penyimpanan senjata2 tradisional yang ada 'isi'nya. Senjata2 itu kadang bisa tiba2 menghilang jika dipanggil pemiliknya saat sedang dibutuhkan. Katanya kalo tidak kuat2 mental. Bisa sakit atau kesambet.

Koleksi Museum Balanga
Tidak aneh kalo kemudian ada cerita om lexy merasa diikuti oleh sesuatu dan agak diganggu saat buang air kecil di toilet yang letaknya memang sangat jauh di belakang.

Sesi foto bareng di depan museum ditunda sebentar, dapat kabar kalau Pak Budi sudah di Palangkaraya. Sekitar 8km di luar kota. Janjian ketemu tidak sulit, museum yang terletak di jalan raya Tjilik Riwut mudah ducari. Sementara Soderi dan Boy makin jauh tertinggal. Estimasi kami, mereka baru akan sampai jam 10 malam. Sering berhenti, mungkin banyak tempat menarik disinggahi untuk tidur2an.

Parkiran Museum Balanga
Jadi sia2 kalau harus menunggu mereka. Masih terlalu lama. Apalagi kami harus segera balik ke hotel untuk mandi dan istirahat sejenak. Jam 7 malam ada undangan makan malam dari pengurus IMBI Kalimantan Tengah.

Hari ini perjalanan tidak terlalu jauh. Tapi capeknya tidak beda dengan turing hari sebelumnya. Cuaca panas dan macet dalam kota sangat menguras tenaga. Apalagi mekanik. Mulai hari ini menghidupkan mesin harus extra tenaga untuk mendorong R80G/S putih yang tidak kuat lagi memakai elektrik starter.

Sunday 1 May 2016

BORNEO TOUR 2016, H3 Pangkalan Bun - Palangkaraya

Sudah diputuskan, pak Budi perpanjang satu hari di Pangkalan Bun. Bukan karena Hotel Swiss-Bellinn yang nyaman atau menikmati keramahan kota Pangkalan Bun. Tapi kondisi terpaksa, demi menunggu sok breker paralever yang sudah dalam perjalanan. Harus rela kehilangan satu hari agenda turing. Besok ditunggu di Palangkaraya rencananya stand by satu hari untuk city tour.

Untuk solidaritas dan keamanan riding di negeri orang, pak Soderi menawarkan diri untuk ikut menemani, perpanjang sehari juga. Alibi yang sempurna, sebenarnya ada agenda terselubung. Masih banyak kerabat yang mesti didatangi di kota ini.

Agak sedikit kurang semangat dalam persiapan berangkat pagi ini. Pak budi dan Pak Soderi masih duduk2 santai dengan celana pendek, sementara yang lain sudah siap dengan atribut turing,  Minus dua motor dalam rombongan kurang asik ah. Seperti kata iklan, kagak ada loe kagak rame. Walau demikian wajah2 ceria masih nampak ketika foto2 di tangga menuju tempat karaoke yang terletak dekat parkiran samping hotel. Dapat masalah dalam perjalanan adalah hal yang wajar, yang penting tetap kompak dan saling dukung. Ini baru namanya Brotherhood.
Swiss Bell Hotel

Pagi ini persiapan agak terburu2, mungkin karena start Jam 10.30 terasa sudah sangat terlambat. Diperkirakan agenda makan siang di Sampit sepertinya sulit diwujudkan. Jarak Pangkalan Bun - Sampit 235 km, dengan kondisi normal bisa ditempuh 3-4 jam. Ditambah lagi harus menunggu 30 menit di perbatasan. Ada titipan dari teman teman KNI Pangkalan Bun yang masih OTW menyusul. Titipan berupa tahu sumedang dalam kotak kertas yang masih hangat. Bahan asupan yang pas untuk turing. karena tahu merupakan sumber makanan yang kaya zat besi, menyediakan 30 persen dari nilai harian yang direkomendasikan untuk zat besi dalam 100 gram. Zat besi dalam tahu terutama digunakan sebagai bagian dari hemoglobin yang membantu dalam ransportasi dan pelepasan oksigen ke seluruh tubuh mempromosikan produksi energi.

Sungguh perhatian yang luar biasa dari kawan yang baru dikenal. Tadi malam ditraktir makan saat baru tiba. Sekarang mau berangkat masih dibekali makanan supaya kuat diatas motor. Sesuai dengan tagline mereka di kaos klub .. "Persaudaraan Tanpa Batas".

Pangkalan Lada
Kami meninggalkan Pangkalan Bun berbarengan saat hujan turun. Deras sekali. Kondisi hujan yang sama persis seperti kemarin. Cuma sebentaran saja. Sesaat sampai di Pangkalan Lada hujan berhenti dan panas sinar matahari mulai terasa. Jalanan kering, sama sekali tidak terlihat tanda tanda bekas hujan turun. Kondisi hujan deras dan panas terus berganti selama perjalanan sampai kami berhenti di Sebabi untuk rehat siang. Berkendara sepeda motor dalam kondisi seperti ini memang butuh konsentrasi tinggi. Sebenarnya kurang asik berkendara seperti ini, adaptasi tubuh terhadap perubahan cuaca sangat menguras energi. Apalagi rute kali ini sangat berbeda dari sebelumnya.
Berkejaran dengan hujan
Lintas Pangkalan Bun - Sampit sangat padat dengan kendaraan roda empat dan roda enam. Sesekali ketemu truk roda sepuluh. Tapi tidak ada ketemu truk roda seratus, soalnya tidak ada pabrik ban di sekitar sini. Untung tadi sempat makan tahu , bekal dari bro and sis dari Pangkalan Bun yang masih hangat sepertinya memang sangat berguna.

Pukul 11.30 kami sampai di Sebabi. Hujan masih turun dengan deras. Tidak jauh dari pertigaan di jalan Jenderal Sudirman berhenti di Rumah Makan Sabrita. Desa Sebabi ini berada di Kecamatan Telawang Kotawaringin Timur. Di spanduk yang terpampang tertulis masakan khas Banjar. Tapi menu yang disajikan beragam. Rawon Sapi, Rendang Sapi, Sop Tangkar Sapi .. Indonesia banget, Bhinneka Tunggal Ika.

Pesanan soto ayam kampung mendadak saya batalkan, aroma sop daging sapi dari mangkuk yang disajikan tepat didepan hidung membuat selera langsung berubah. Disajikan panas2, menghangatkan badan yang kebasahan air hujan, tembus karena memakai jas hujan KW2. Teriakan pemilik warung  tidak saya pedulikan. Dia memberitahu kalo R100GSPD roboh, parkir di tanah yang amblas karena curah hujan memang tinggi. Sajian Sop disini layaklah di promosikan, silahkan mampir kalo kebetulan melintas.

Cuaca sudah cerah pada pukul 13.10 saat mulai berkemas berangkat lagi. Tapi dari kejauhan awan berwarna abu2 tua masih menghadang. Semua memakai jas hujan, kecuali Pak Dhe. Beliau yang sudah yakin gak akan kena hujan lagi di depan. tapi kenyataan lain sampai di SPBU Penyang, Telawang (30 menit sebelum Sampit) kena hujan 3 kali. Bikers tangguh,

Badai Pasti Berlalu
Sadar gak sempat minum jamu tolak angin tadi pagi, dari SPBU ini Pak Dhe manut mau pakai jas hujan kali ini. Walau Sampit sudah dekat, tidak mau ambil resiko kehujanan lagi. Awan hitam berarak mengikuti kami. Hujan pasti akan deras sekali.

Sepuluh menit sebelum masuk kota sampit saat kami berpapasan dengan Bro2 KNI Sampit awan makin gelap. Dan hujan baru turun gak lama setelah kami melepas jaket saat dijamu ngopi sore di Rumah Makan Mentaya, Jalan Jend Sudirman Km. 2 Sampit. Semua ketawa2 .. Pak Dhe membawa keberuntungan, hujan gak berani turun kalau beliau memakai jas hujan. Ada usulan menarik, selanjutnya biar pak Dhe saja yang pakai jas hujan sampai Palangkaraya.

"Sialan lu ... " ini jawaban tegas pertanda usulan ditolak mentah2.

Teman2 Kawasaki Ninja Squad Sampit (KANSAS) yang menyambut kami lumayan banyak, ada sekitar 7 orang.  Ketua mereka Andi Marpaung berkeras hati menawarkan kami makan. Tawaran tulus yang dengan berat hati tidak bisa kami terima, perut masih kenyang bawaan dari Sebabi beberapa jam lalu. Kalo tawaran kopi hitam panas tidak ada yang menolak. memang sudah jamnya ngopi sore. Obrolan dibawah deru hujan sangat akrab, seolah baru ketemu dengan teman lama. Bahasan sekitar obrolan motor dan rute turing. Dan tidak sadar ada bahasan soal Bhinneka Tunggal Ika lagi. Anak2 KANSAS ini ternyata banyak yang berasal dari Sumatera dan Jawa. Malah Pak Ervien asik bernostalgia ngobrol dengan anak muda yang ternyata satu kampung dengannya, Madiun.

persaudaraan tanpa batas
Pamitan kami kepada teman2 di Sampit dibarengi  dengan pemberian vandel oleh Pak Dhe selaku Penasehat Club kepada Bro Andi selaku Ketum KANSAS. Gak mau melepas tamu begitu saja, kami diantar sampai jauh di luar kota. Sebelumnya disempatkan  berfoto di Stadion 29 Nopember Sampit. Sore itu lumayan banyak komunitas motor berkumpul.

Tidak banyak yang bisa dilihat dalam perjalanan dari sampit menuju Palangkaraya. Hari sudah mulai gelap, Jalanan lurus yang basah bekas hujan tidak jelas terlihat. Sulit membedakan jalan gravel berdebu, aspal dan jalan berlumpur yang dilindas berganti2an.

Jam 20.00 kami baru sampai di Kasongan, Katingan Hilir. 60km sebelum Palangkaraya. Istirahat dulu di Rumah Makan Abah, sudah waktunya makan malam. Baru kali ini skedul perjalanan meleset agak jauh. Cuaca dan kondisi jalan tidak boleh disalahkan, kedua nya untuk dinikmati.

Di Km. 8 Palangkaraya lagi-lagi kami disambut. Komunitas KNI sedari sore sabar menunggu. Buat mereka suatu kehormatan bisa mengawal 'setan turing' masuk kota. Suara bising knalpot racing menghapus rasa kantuk, ditambah lagi lampu penerangan disisi jalan berjejer yang menuntun kami seolah berkata ramah selamat datang di Palangkaraya.

Welcome drink kami di Palangkaraya Wedhang Ronde dan Bubur kacang ijo di tepi Jalan RTA Milono. Hangatnya jahe sehangat sambutan Bro Bagus, Bro Aris, Bro Imam dan bro2 KNI Palangkaraya lainnya.

Finish rute hari ini, 455km.

A photo posted by hidra simon (@rahidra) on

Saturday 30 April 2016

BORNEO TOUR 2016, H2 Nanga Tayap - Pangkalan Bun

Ada keraguan saat merancang rute turing beberapa bulan sebelumnya. Keraguan perihal tempat menginap di Nanga Tayap. Kota kecamatan yang berada di antara Pontianak dan Pangkalan Bun. Semua dari kami baru mengenal kota ini saat mengutak atik rute turing. Ada kondisi bahwa  rute sehari jaraknya kurang lebih 400km saja. Dan diupayakan supaya tidak berkendara malam hari. Nanga Tayap pilihan paling pas. Karena posisinya ada di tengah.

Hotel Dakota Nanga Tayap
Hotel Dakota jadi pilihan.  Referensi dari beberapa orang yang ditanyai selalu menyebut nama hotel ini. Sangat bagus di kota ini. Sebenarnya pun tidak perlu hotel mewah untuk istirahat. Yang penting bersih, air melimpah dan ada tempat yang datar untuk tidur.

Karena selalu jadi persinggahan para petugas canvassing barang2 retail antar kota, hotel ini sering penuh. Nasib baik masih bersama kami. Walau hotel full booked tapi kami semua masih kebagian tempat tidur. Satu kamar diisi 3 orang. Dengan extra bed tentunya.

Sarapan pagi diantar ke kamar. Sebelumnya petugas hotel berkeliling menanyakan mau sarapan apa ? Hampir semua memilih nasi goreng spesial dan minum teh manis hangat. Kelihatan ya ... ini bukan kelas hotel berbintang :)

Jam 08.30 semua sudah siap, atribut sudah dipakai dan motor sudah panaskan. Tidak lupa doa sebelum berangkat dipimpim pak Ervien dan toast bersama untuk penambah semangat.

Nanga Tayap memang kota kecil. Hanya beberapa menit berkendara kami sudah berada di area yang tidak ada pemukiman di kiri kanan. Jalan raya juga sepi dari lalu lalang kendaraan. Seolah aspal dibikin hanya untuk kami. Saking sepinya, pak Rizal sempat menghitung, dalam 2 jam berkendara hanya berpapasan dengan tiga kendaraan. 1 kijang inova dan 2 motor bebek.
Jalan raya lengang sekali

Setelah satu jam berkendara kami berhenti. Dapat spot bagus untuk rehat sebentar. Tempat yang teduh, di kiri kanan hutan lebat. Dan sepi sekali disini. Saking sepinya, keberadaan kami menarik perhatian seekor babi hutan untuk mendekat. Berani sekali babi itu. Mungkin dia tahu, tidak satu pun dari kami yang merupakan predator alaminya. Aman.

Sudah sepuluh menit, belum ada juga kendaraan lain melintas. Mulai iseng. Tidur2an di aspal. Foto dengan bermacam gaya. Semua fun. Dan sedetik kemudian ketawa terpingkal2 melihat pak Fery berlari2 mengejar babi tadi dengan sebatang kayu. Gak ada yang tau persis, mengusir atau memburu ... :))

Habis sebatang rokok, perjalanan dilanjutkan. Gak lama berhenti lagi. Sekitar 5 menit setelah jembatan Lambaian sirih kami sampai di tugu perbatasan Kalimantan Barat - Kalimantan Tengah. Berhenti lagi untuk foto2. Sayang kalau tidak ada dokumentasi di tempat ini.

Sebenarnya bukan tugu, lebih tepat kalo dibilang gerbang perbatasan. Karena bentuknya yang memang berupa gerbang yang di jaga empat patung bersosok tegap berwarna hitam.
Perbatasan

Gerbang dengan ornamen khas dayak itu berwarna coklat tanah yang sudah kusam. Beberapa cat sudah mengelupas. Tapi masih berdiri kokoh dengan empat pilar tiang di masing2 sisi. Total ada delapan tiang yang berdiri diatas Guci Besar yang berhiaskan ukiran Seekor Naga. Sesuatu yang saya belum paham, kenapa ada ornamen naga di artefak suku dayak. Apakah ini berhubungan dengan nenek moyang yang berasal dari Yunnan, Cina Selatan ? Bisa jadi. Soalnya orang dayak kulitnya putih dan bermata sipit.

Pukul 10.00 kami melintas di Kudangan. Belum ketemu tempat menarik untuk foto2. Saya cuma ambil gambar di depan Polsek Delang. Gak jauh dari polsek ada bangunan gereja tua yang terbuat dari kayu. Disini saya tahu kalau sudah berada di wilayah Kabupaten Lamandau.

Desa Kawa
10.45 berhenti rehat siang. Di desa Kawa ada warung yang lumayan besar dan komplit. Sepertinya disini rest area di jalur trans kalimantan. Ada beberapa warung terlihat di sisi kiri dan kanan jalan. Disini juga jual bensin eceran.

Informasi dari patok di tepi jalan, pangkalan bun masih 154km lagi. Lumayan jauh. Informasi keberadaan SPBU masih belum pasti. Gak mau ambil resiko kehabisan bensin ditengah jalan, diputuskan masing2 agar mengisi tanki bensin penuh. Rejeki yang punya warung. Stok bensin ecerannya laku terjual. Dan juga rejeki warung tetangga, kebutuhan bensin untuk motor2 boxer yang minumnya seperti gajah tidak cukup dipenuhi oleh satu warung saja.

Dagangan banyak, tapi sayangnya disini tidak menyediakan makanan berat. Kata yang punya warung 1 jam di depan ada tempat makan bagus dan enak. Bisa sekalian istirahat.


Restoran ikan bakar Pak Akhyar namanya. Alamat lengkapnya di Simpang Fitri Jalan Trans Kalimantan Km 1. Sekitar 15 menit setelah stadion Hinang Golloa. Kami tiba disini pukul 12.45. Dari sini Pangkalan Bun sudah dekat. Sekitar 2 jam lagi. Masih cukup banyak waktu untuk berleha-leha. Disini, kalo ngantuk karena kekenyangan habis makan boleh lanjut tidur2an.
Restoran pak akhyar

Sms masuk, ada info kalau rekan2 bikers dari Kawasaki Ninja Indonesia Pangkalan Bun sudah menunggu untuk penjemputan. Mau gak mau segera bersiap, lagipula dari kejauhan awan hitam tampak menggantung di jalan arah Pangkalan Bun.
Tepat pukul 14.15 perjalanan dilanjutkan. Sebagian menyiapkan jas hujan diatas jok agar gampang diakses. Ritual memakai jas hujan memang merepotkan. Dipakai sedari awal, panas nya minta ampun dan hujan belum pasti turun. Dipakai dijalan saat hujan mulai turun, ribet nyaa ... mesti parkir motor, cari tempat berteduh, lepas sepatu. Bikin gregory juga takut ketinggalan rombongan.

Dan hujan benar2 turun saat melintas di Berapi. Ini sudah masuk wilayah Kotawaringin Barat. Tiga motor berhenti diseberang UPT Pertanian Beraupi. Yang lain entah berhenti dimana. Dari sini iring2an mulai kocar kacir (lagi). Hujan sangat deras. Dan uniknya, cuma sebentar. Hujan lokal sering terjadi di daerah ini. Baru permulaan, di depan awan hitam masih menggantung.

Menjelang masuk Pangkalan lada, sekitar 20 menit melewati jalan rusak berbatu. Tepat nya jalan yang sedang dalam proses perbaikan. Batu batu sebesar kepalan tangan bayi berserak di jalanan untuk dipadatkan. Untungnya ketika melintas disini belum turun hujan. Jalanan masih kering berdebu. Walau demikian tidak bisa melaju kencang. Berkendara pakai gigi 2 sambil milih2 jalan. 

Rute ini memakan korban tiga motor. Kabarnya R100R sempat tergelincir di rute ini saat jalan sendirian. Dibantu penduduk lokal untuk mendirikan motor. Sok breker R100GS yang memang sudah bermasalah sejak awal menjadi makin parah. Guncangan jalan membuat diode board R100RS K.O. mendadak charging indikator melotot gak mau padam. Pertanda ada masalah dalam pengisin aki.

Kswasaki Ninja Indonesia Pangkalan Bun
Di pertigaan Pangkalan Lada Bro Rudi dan Bro Bagus dari Kawasaki Ninja Indonesia sudah lama menunggu sejak siang. Tiga Motor sport warna hitam, hijau dan merah putih parkir berjejer di tepi jalan depan warung. R100GSPD sampai lebih dahulu. Disusul kemudian R80G/S putih dan R100R pada pukul 15.30

Kopi hitam sudah tersaji diteras warung yang memakai keramik putih, dengan cemilan tentunya. Niat membuka jaket dekat sajian kopi dibatalkan. Baru sadar kalo jaket kotor penuh debu. Melewati jalan berbatu dengan jaket basah karena hujan membuat butiran debu gampang melekat. Serpihan2 warna abu2 itu tidak hilang cuma dikebas dengan tangan.

Butuh setengah jam lebih, baru delapan motor komplit berkumpul. Pak rizal langsung lapor supaya Pak Udin cek kelistrikan motor. Pak Budi nampak lesu, bukan karena capek. Hilang semangat karena menyadari sok breker paralevernya patah. Mau gak mau motor harus naik mobil storing. Pasti galau, Pangkalan Bun baru seperempat dari keseluruhan rute yang akan ditempuh dalam Turing Jenderal ini.

Mekanik mulai membuka alternator cover R100RS. Penyakit langsung ketahuan, diode board rusak. Untung ada yang bawa part pengganti. Ini motor kedua yang ada masalah diode board.

Kalau badan lagi capek ini pemandangan yang asik. Berkah kalau ada kawan yang dapat trouble kecil adalah waktu istirahat yang lebih panjang. He he he ..

Ada yang asik merokok, ada yang tiduran dan ada yang ngisi bensin di seberang jalan. Sementara Hidra dan Pak Budi asik berdiskusi. Cari akal, gimana caranya mendatangkan cadangan sok breker paralever dari Bandung dalam 24 jam. Pinjam dari teman yang kebetulan punya motor yang sama tadi belum selesai dibangun.

Ada harapan. Dengan bantuan teman2 KNI pangkalan bun dimungkinkan sok breker bisa sampai besok siang. Dikirim pakai pesawat Trigana Air penerbangan paling pagi. Koordinasi dengan teman dibandung juga lancar. Gak ada masalah, saling dukung.

Menjelang magrib kami mulai jalan ke arah kota. 7 Motor boxer dikawal 3 motor Kawasaki Ninja. Butuh 30 menit dari pertigaan Pangkalan Lada menuju kota Pangkalan Bun. Tidak langsung menuju hotel. Ada undangan makan malam dari teman. Senangnya kalo dapat gratisan.

Hari libur Pangkalan Bun lumayan ramai. Antrian lumayan panjang di lampu merah dalam kota. Beberapa motor terpisah.  Karena kurang koordinasi banyak waktu terbuang karena saling tunggu. Terutama mobil storing, jauh tertinggal di belakang.

Walau agak lama sampai di lokasi, para penumpang mobil storing tidak kehabisan makanan. Sajian makan malam sangat luar biasa. Menu komplit. Udang, ikan bakar, petai, lalap, pisang, semangka. Itu yang saya makan .. lainnya masih banyak lagi.

Tidak ada yang lebih diinginkan saat perut kenyang selain langsung ke hotel, mandi dan tidur. Tapi ajakan tuan rumah untuk ikut nongkrong sebentar di Bundaran Pancasila tidak dapat kami tolak. Malam Minggu disana banyak berkumpul komunitas motor dari bermacam merk. Kebanyakan anak2 muda.

Saat tiba di lokasi, area parkir sudah disiapkan. Dari jejeran motor yang parkir motor2 kami terlihat paling bongsor. Kurang lebih sama dengan usia para pengendaranya ... bongsor kabeh.

Malam itu ada tiga polisi yang bertugas di bundaran. Berdiri terpisah mengatur lalu lintas yang cukup ramai. Seorang polwan dengan ramah mempersilahkan saat kami minta ijin untuk berfoto di bundaran bertuliskan "Pangkalan Bun".
Dengan inisiatif sendiri polwan berwajah manis itu meminta pengunjung lain untuk pindah tempat, bergantian dengan kami yang ingin berfoto rame-rame.

Bayi kalo lapar dan mengantuk biasanya rewel. Orang gede juga gitu,  kalo kenyang dan ngantuk pun bisa rewel juga. Perut kenyang tidak kelihatan, tapi wajah letih tidak bisa disembunyikan. Jam 21.30 kami check in di Swiss Bellin Hotel.

Finish rute hari ini. 353 km.



Friday 29 April 2016

BORNEO TOUR 2016, H1 Pontianak - Nanga Tayap

Pagi pukul 08.30 di parkiran Hotel Golden Tulip Pontianak semua motor sudah siap untuk berangkat. Beberapa orang masih sibuk sendiri2. Bu uci sibuk ngurusin check out hotel. Om lexy masih bolak balik peta sekedar memastikan lagi rute hari ini.

Mekanik udin baru saja selesai membereskan perkakas seiring dengan senyum sumringah pak Ervien setelah masalah battery charging R100GSPD nya bisa diselesaikan. Thanks to pak Budi atas donor Diode Board.

Pagi ini cuaca cerah. Walau masih pukul 9, hawa panas kota Pontianak sudah terasa. Ditambah lagi lalu lintas di depan hotel yang mulai padat. Tempat kami parkir motor di area hotel memang tepat di tepi jalan raya Teuku Umar. Karena itu ide untuk mampir dulu makan es krim Angi tidak ada yang membantah. Ide yang baru terbersit setelah membaca artikel kuliner di Pontianak di pesawat. Kebetulan jarak nya tidak jauh. Sekitar 10 menit dari hotel.

Walau sebagian besar peserta sudah 3 hari di Pontianak, tapi hari ini adalah hari pertama untuk riding jarak jauh. Doa dahulu sebelum start motor, untuk kesehatan dan keselamatan dalam perjalanan.

Arahan dari juru rute, trayek untuk hari ini adalah Pontianak - Nangatayap. Estimasi jarak di peta digital sekitar 550km dengan waktu tempuh rata2 13 jam. Google maps menunjukkan jalan dengan melewati kota sanggau. Tapi tidak seperti itu rute yang kami tempuh. Abaikan arahan dari mr google, kami mau potong jalan lewat jembatan kapuas tayan yang baru diresmikan. Rute ini menghemat jarak tempuh sekitar 130km.

Sesuai kesepakatan, mampir dulu makan es krim Angi. Tempatnya mudah dicari, di yepi jalan KS tubun tepat didepan sekolah katolik Santo Petrus. Tidak seperti restoran kebanyakan, ini adalah rumah biasa yang mempunyai halaman dan teras yang luas. Teduh dengan pohon2 tinggi disekitar, dan lay out berupa kursi dan meja dari kayu sangat cocok untuk duduk santai2 sambil ngobrol.

Es krim Angi adalah es krim lokal. Beda dengan es krim merk impor yang sering ditemui di mall2 dan supermarket. Eskrim ini disajikan dengan wadah berupa kelapa muda yang dibelah dua, campurannya kacang merah, cincau, coklat atau sesuai selera.
Pertama kali makan es krim di batok kelapa, agak aneh. Tapi lama2 asik juga. Makan es krim sibuk milih2 kacang merah sambil ngorek2 kelapa muda yang masih nempel di cangkangnya.
Oh ya, es krim angi tidak hanya jual es krim. Jajanan khas pontianak lain ya juga banyak dijual.

Walau enak, makan es krim gak boleh nambah. Bukannya pelit tapi perjalanan masih jauh. Dan hari makin siang. Pukul 09.30 motor sudah jalan beriringan. Setelah melewati jembatan di jalan Sultan Hamid langsung belok kanan arah jalan M Sabran. Dan 15 menit kemudian semua berhenti di SPBU. Semua motor harus diisi full tank. Kabarnya sampai Nanga Tayap nanti kesempatan untuk mengisi bensin adalah di pedagang pengecer pinggir jalan. Walau banyak SPBU baru dibangun tapi semuanya belum beroperasi.

Selepas kota Pontianak jalanan relatif sepi. Di kiri kanan jalan mulai nampak rumah2 yang berdiri diatas tanah rawa. Kualitas jalan sangat baik. Tidak ditemui kerusakan yang berarti. Sepanjang rute ini hanya sekali berhenti untuk foto2 di tepi jalan. Area bekas galian tanah merah, tapi belakangnya ada tebing batu menjulang. Bergaya sedikit lah seolah telah menempuh jalur off road.

Satu setengah jam kemudian rombongan mulai terpecah2. Semua ingin menikmati jalan dengan cara masing2. Jalan lurus dengan aspal mulus memancing hasrat untuk memacu mesin dengan kecepatan tinggi. Tapi ada juga yang berpikiran beda, jalan bagus sayang kalo ngebut. Ntar cepat sampai. Mending jalan santai aja. Menikmati putaran gardan yang menarik motor untuk membawa badan menerpa angin. Sedaap.

11.20 berhenti di Simpang Ampar. Pertigaan dengan jalan agak menurun, ada tugu prajurit dayak lengkap dengan pedang dan perisai. Belok kanan untuk terus lanjut ke jembatan Tayan. Arah kiri adalah jalur trans kalimantan menuju Sanggau.

Walau ada restoran padang disini, kami tidak berhenti lama. Setelah semua motor berkumpul, diputuskan untuk terus lanjut mencari mesjid terdekat untik sholat jumat. Informasi dari masyarakat sekitar, ada mesjid 10 menit didepan. Masjid Nurul Iman namanya. Berada di Desa Danau Teluk, Kecamatan Tayan. Mesjid ini berwarna hijau yang terlihat masih dalam proses finishing.

Mesjid ini tepat berada di tepi jalan raya. Ada warung disebelahnya. Yang tidak jumatan bisa ngopi sambil jagain motor.
Kelar jumatan langsung tancap gas. Saling berpacu untuk sampai terlebih dahulu karena rasa penasaran melihat wujud rupa jembatan yang katanya bakal meningkatkan nadi perekonomian empat propinsi. Jembatan megah yang butuh 2 presiden dalam pembangunannya.

Dari kejauhan sudah terlihat proyek konstruksi yang baru selesai. Aspal dan penerangan jalan sudah rapi.
Jembatan ini memiliki panjang keseluruhan mencapai 1.440 meter lebarnya sekitar 11 meter. Cukup untuk 3 jalur kendaraan. Jembatan ini lumayan tinggi, 13 meter dari permukaan sungai.
Jembatan Kapuas Tayan

Bentangan jembatan menghubungkan Kota Tayan dengan Desa Piasak dengan melewati pulau Tayan. Delta yang berada di tengah sungai Kapuas.
Tidak ada pohon besar atau tempat yang rindang untuk berteduh di sekitar jembatan. Sesi foto2 gak bisa berlama2. Panas terik sekali. Dan jam makan siang sudah lewat beberapa jam. Lemes. Tangan menjumput yang diarahkan ke muka adalah kode .. makan .. makan.

Tapi, tidak ada terlihat tempat makan di sekitar. Ini mungkin karena proyek baru saja selesai beberapa bulan.  Padahal area ini bisa menjadi destinasi wisata. Atau menjadi rest area yang sangat straregis di jalur trans kalimantan. Banyak spot bagus untuk buka restoran di tepi sungai.


Gak jauh dari jembatan. Sekitar 5 menit berkendara pelan ada rumah makan yang cukup besar. Rumah makan Pak Long. Masih masuk di wilayah Desa Piasak. Menunya kebanyakan dari ikan. Pindang, sop. Walau variasi masakan gak banyak tapi semua makan lahap karena memang enak. Pak long masak gak banyak. Seketika langsung habis oleh kami bertigabelas. Kasihan pengunjung berikutnya .. (kalo ada). 

Selepas makan siang adalah waktu yang paling gak enak berkendara. Mata ngantuk karena kekenyangan. Ritme kecepatan beberapa motor sudah mulai berantakan. Kode kalo butuh secangkir kopi panas.
15.20 break ngopi. Kebetulan ada warung saat melintas di sebuah kampung. Semua menepi dan parkir motor di tempat aman. Soderi R1200c bablas. Tidak melihat kami berhenti. Jalan paling depan tapi tidak pernah lihat kaca spion.
"Gak usah dikejar. Biarin aja. Ntar juga dia balik sendiri." Kata bu Uci. Dan benar, 5 menit kemudian dia balik.
"Saya babblass ... Berhenti gak bilang bilang ...." katanya sambil nyengir dengan logat kebumen yang medok.

Fery dan pakde khusuk menghisap rokok. Ervien sibuk mengaduk kopi. Elis asik main henpon. Beberapa rekan lain sedang ngobrol dengan pemilik warung. Yang awalnya agak terkejut saat rombongan motor kami menepi, salah satu motor yang memakai plat nomor BK mengingatkan dia saat dulu pernah kerja di Medan.
Ini bukan warung kopi. Dari dagangan yang dipajang, ini cuma warung rumahan biasa. Banyak makanan dan minuman ringan dijual. Tapi tidak keberatan saat kami minta dibuatkan kopi panas.

Tak ketinggalan,  di warung ini jejeran jerigen berisi bensin eceran di tepi jalan juga dijual. Inilah khasnya riding di jalan trans kalimantan. SPBU jarang ditemui, orang2 disini sudah biasa membeli bensin seliter dengan harga sembilan ribu rupiah atau lebih. Gak pernah gaduh saat harga BBM naik turun. Nerima aja. Percaya pada pemerintah aja katanya.

Salah satu anak gadis memainkan henpon berkamera. Potret sana sini di beberapa motor yang terparkir tidak rapi. Henpon lumayan canggih, padahal disini tidak ada sinyal. Kalo mau nelpon mesti berkendara beberapa kilo untuk menangkat sinyal. Itupun sayup2.

Dari peta digital, nama tempat ini adalah Paoh Concong, Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang Kalbar. Jaraknya sekitar 2 jam dari Jembatan Tayan yang baru diresmikan. Dilalui jalan trans kalimantan yang aspalnya kualitas satu, mulus.
Soal Jembatan Tayan, keluarga ini bercerita sangat bersemangat. Sejak adanya jembatan, barang kebutuhan lebih mudah di dapat dan lebih murah. Bahkan bensin eceran jualan mereka pun  turun harga. Mudah mendapatkan bensin mereka beli dari Pontianak. Akses lebih cepat dua jam dan lebih murah karena bisa dilalui kapan saja. Sebelumnya mesti naik kapal ferry dengan ongkos 250ribu untuk satu mobil.

Cerita mereka lagi, pernah pada suatu malam, ada keluarga yang sakit dan harus segera dibawa ke rumah sakit di Pontianak. Jam 2 malam tidak ada yang mau menyeberangkan. Terpaksa menunggu sampai pagi.

Harapan mereka, dengan adanya jembatan ini bisa meningkatkan kehidupan  ekonomi warga sekitar. Dapat dilihat disekitar jembatan sudah banyak rest area berdiri.  Harapan yang harus terus dijaga dan diwujudkan.

Seperti harapan anak gadis mereka yang katanya  ingin kuliah di Pontianak ngambil jurusan akuntansi. Semoga sukses dek... Selamat begadang baca2 bukunya Niswonger, Fess, Warren.

Pukul 17.15 kami melewat jembatan Sandai yang melintasi Sungai Pawan. Sinar matahari sore masih bagus, sayang kalo tidak foto2. Tapi gak ada yang motor yang mau berhenti.  Semua berlalu numpang lewat.
Sebenarnya tidak sampai 5 menit saya berhenti untuk mematikan mesin, menyiapkan kamera henpon dan mengambil gambar sekitar 5 frame. Tapi ini membuat saya harus riding sendirian setelahnya. Rombongan di depan tak terkejar. Apalagi saya harus menepi ke tukang bensin eceran saat mesin mulai mbrebet karena kehabisan bensin ketika sore semakin gelap.
Baru jam 18.45 ketemu rombongan yang berhenti di warung nasi yang jaraknya sekitar 500 meter sebelum Hotel Dakota Nanga Tayap. Disini istirahat sekaligus makan malam.
Alhamdulillah, finish etape 1.
#wildborneotour2016

Thursday 28 April 2016

Didalam Tugu Khatulistiwa

Kesampaian juga bisa berdiri diatas lintas garis khatulistiwa ..


Sunday 10 August 2014

Halal Bi Halal 2012

10 Agustus 2014
Bertempat di kediaman Bro Soeharno, Cireundeu.
Acaranya simple, datang bawa motor, salaman, makan enak dan ngobrol sambil ngopi.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...