Untuk yang suka bepergian secara berkelompok, Hotel Grand Sakura saya rasa pilihan yang tepat saat menginap di Palangkaraya. Hotel ini bersih dan harga lumayan murah. Pelayanan cukup bagus. Arena parkir sangat luas. Walau arena hotel berada di tepi jalan raya suasana tidak terlalu bising karena bangunan hotel jauh di dalam. Tapi gak usah berharap terlalu banyak dengan menu sarapan pagi. Sesuai dengan tarif yang dibayar.
Kalau memungkinkan pilih kamar di lantai dua, posisi nya saling berhadapan dan terdapat ruang tamu yang cukup luas dengan lay out sofa yang cukup nyaman di depannya. Sangat cocok untuk dijadikan arena ngobrol atau menerima tamu. Gak usah jauh-jauh turun ke lobi hotel.
Sampai menjelang keberangkatan kami masih menerima kunjungan teman-teman yang sudah dua hari ini setia menemani. Tidak ada khawatir akan telat berangkat karena rute hari ini sangat pendek. Jarak Palangkaraya - Banjarmasin kurang dari 200km. Kali ini disengaja memilih pendek, supaya bisa sampai di Banjarmasin siang menjelang sore. Rencananya disana kami akan makan siang dengan menu soto banjar, makan malam lontong orari, cukup tidur karena hendak main ke pasar terapung Kuin besok paginya.
luar kota Palangkaraya |
Setelah ritual foto bareng di depan hotel selesai. tepat pukul 09.45 kami berangkat. Sebenarnya, belok kiri setelah keluar hotel adalah arah jalan menuju Banjarmasin. Tapi kami berputar dulu sekitar 50 meter di depan. Sepertinya cuma saat ini ada kesempatan untuk bisa berfoto di depan rumah Betang. Gak kenapa walau bukan rumah asli yang dihuni masyarakat. Yang penting ada sesi foto di depan rumah tradisionil. Agenda berkunjung ke Rumah Betang yang asli disimpan untuk rencana turing berikutnya .. (ketik amiin dan share supaya bisa terwujud .. wkwkwk ..)
Tugu Selamat Datang / Selamat Jalan di Kota Palangkaraya jaraknya tidak terlalu jauh. Sekitar 15 menit berkendara. Disini kami sudah ditunggu Bro Imam yang ingin mengawal kami. Kebetulan hari itu dia memang berkehendak ke Banjarmasin urusan keluarga. Tugu kecil yang sangat sederhana dengan ornamen Rumah Betang warna kuning bertuliskan Kota Cantik, kutata, kubangun dan kujaga. Kalimat ini adalah penggalan dari bait terakhir Lagu Mars Kota Palangkaraya yang lengkapnya adalah sebagai berikut :
Kota Palangka raya
Kutata Kubangun dan Kujaga
Agar Senantiasa Cantik Terpelihara
Palangka Raya Menuju Jaya
Palangkaraya - Kualakapuas jaraknya 135km. Ditempuh 2,5 jam kalo jalan santai plus foto2 kalau ada tempat menarik, banyak spot bagus. Apalagi kalo sedang melintasi jembatan. Salah satu spot bagus adalah Jembatan Pulau Telo. Jembatan ini lumayan panjang. Melintasi Sungai Kahayan yang alirannya in line dengan jalan kami sejak dari Palangkaraya tadi. Sungai Kahayan atau sering juga disebut Sungai Dayak Besar panjangnya 600km. Melintasi Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Pulang Pisau.
view dari jembatan pulau telo |
Karena terlalu asik berfoto2, empat motor ketinggalan. Padahal cuma berhenti sebentar. Setelah melintasi Jembatan Pulau Telo, kita sudah sampai di Kota Kuala kapuas. 5 menit di depan ada perempatan. Lurus adalah jalan Trans Kalimantan lewat tengah kota, Ke kiri arah Banjarmasin juga lewat pinggir kota yang jalannya lebih sepi, Jam 11.55. Sudah waktunya makan siang dan tidak ada koordinasi sebelumnya lokasi berhenti untuk istirahat makan.
Saling tunggu, hilang waktu 15 menit. Mereka yang ketinggalan sempat ada pikiran mungkin makan siang di Banjarmasin.Karena jaraknya tinggal 60km lagi. 1 jam nahan lapar bisaa laah. Ternyata salah, rombongan sudah ada di tengah kota. Menunggu di Cafe Terapung Kuala kapuas. Disini kita berhenti untuk makan siang, sekaligus janji temu dengan rekan bikers lain dari komunitas MAC Yogyakarta yang juga sedang riding melintas bumi Borneo.
Teddy Sanjaya dengan Harley Davison WLA 1942 dan rekan2nya yang memakai motor inggris antik sedang melakukan perjalanan "true wanderer". Senangnya bisa bertemu kawan lama di negeri orang walau cuma sesaat. Saling support, gak peduli beda rute, beda motor, beda usia .. yang penting sama gilanya.
Joget di Cafe Terapung |
Awalnya cafe ini untuk kalangan tertentu saja, sejak 2012 cafe yang dulunya merupakan Bis Air ini dibuka untuk umum. Hanya saja Siang itu Cafe sebetulnya belum buka tapi bujuk rayu kami berhasil memperdaya pegawai2nya untuk sekedar rehat kopi2 & roti bakar.
Ini cafe, bukan restoran. Tidak ada menu makanan berat untuk makan siang. Ragam menu minumannya lebih bervariasi dari pada makanan. Semua pesan minuman, tapi hanya beberapa saja yang memesan makanan, itupun Indomie telor.
Kampung Hampatung dilihat dari Cafe Terapung |
Cafe ini dilengkapi dengan fasilitas karaoke dan tempat duduk santai di bagian luar. Saat baru tiba hampir semua dari kami duduk2 di tepian cafe sambil menikmati lalu lintas air yang lumayan ramai. setiap saat ada saja lalu lalang transpotasi air melintas. Sungai Kapuas ini sangat lebar, menurut Bu Uci sungai disini sudah seperti laut saking lebarnya. Namun demikian dari sini kita masih bisa melihat pemukiman Kampung Hampatung yang ada diseberang.
Walau sudah dibangun jembatan, akses masyarakat di kampung ini ke kuala kapuas masih menggunakan transportasi air. Untuk menghemat jarak, karena harus memutar jalan tempuh sekitar 10km jika hendak menggunakan jembatan. Bro Isay, driver mobil storing kami punya cerita sedih, pernah kehilangan keluarga dalam sebuah kecelakaan di dermaga ketika menggunakan layanan transportasi ini.
Pembahasan kuliner Soto Banjar membuat kami segera bergegas memakai jaket dan menghidupkan motor. Cafe langsung sepi karena kami adalah satu2nya pengunjung siang itu. Kami berjalan pelan beriringan dengan rombongan Teddy cs. Sampai kemudian berpisah jalan di Bundaran Tugu Batang Garing. Mereka ambil jalan ke kiri menuju Palangkaraya. Kami belok kanan.
Berdasarkan permintaan Pak Djoko, rekan sesama penggemar motor BMW yang juga ketua club, kami berhenti sesaat melintas di Jembatan Barito. Bu Uci mencari2 dimana gerangan posisi prasasti jembatan, ada nama Pak Djoko di prasasti itu. Jam 14.20 cahaya matahari sangat deras dari arah barat, sehingga jembatan kokoh yang berwarna kuning sangat kontras dengan langit warna bitu diatas kota Banjarmasin.
Jembatan Barito |
Jembatan sering juga disebut Jembatan Bakut karena melintasi Pulau/delta Bakut dibawahnya. Lebar jembatan 10.37 meter dengan panjang keseluruhan 1.082 meter. Jembatas ini tinggi sekali, 18 meter. sehingga sungai dibawahnya masih bisa dilalui kapal tongkang.
Memasuki kota Banjarmasin, naik motor sudah tidak asik lagi. Macet jalan raya sebagai ciri khas kota besar tidak dapat dihindari. Jarak beberapa kilometer untuk mencari tempat makan soto banjar terasa jauh sekali. Bro Imam sebagai guide, mengendarai motor pelan sekali. Selain lalu lintas yang padat juga menghindari jangan sampai ada kawan2 yang ketinggalan.
Tepi Sungai Martapura |
Keletihan luar biasa saat kami tiba dan berhenti di Soto Banjar Bawah jembatan. Parkir motor dan lepas jaket. Keletihan yang membuat kami malas untuk pindah tempat, sebenarnya tujuan kami adalah Soto Banjar Pak Amat yang lokasinya sekitar 300 meter dari tempat ini.
Tempat ini pun lumayan bagus, luas dan strategis. Banyak spot bagus untuk foto2 karena persis berada dibawah jembatas yang melintasi Sungai Martapura. Saya pribadi tidak terlalu memperduliakan Soto Pak Amat yang katanya lebih enak, karena saya belum pernah makan soto banjar. Nyatanya buat saya soto disini enak juga, mirip2 soto padang laah ... Tapi tetep jauh lebih enak soto padang sih, karena denai anak minang ... :))
Menjelang sore, lalu lintas makin padat. Butuh setengah jam untuk sampai di Treepark Hotel Banjarmasin. Hotel ini sebenarnya sangat strategis, berada di pusat kota. Tapi tidak ada petunjuk jalan yang mudah terlihat di sepanjang Jalan Ahmad Yani. Beberapa dari kami sempat kelewatan.
Motor kami dapat tempat khusus untuk parkir. Lokasinya paling dekat dengan lobi hotel, dengan kontur aspal yang agak miring. Ada insiden sedikit disini, karena panas nya matahari Banjarmasi sedari siang membuat aspal menjadi agak lembek. R51/3 nya si Boy yang diparkir dengan standar samping sempat rubuh dan menimpa R1200c nya pak Soderi. Insiden yang meninggalkan lesung pipit manis di tanki sebelah kiri.
Finish rute hari ini, 193km.
bonus :
Makan malam Lontong Orari sudah diagendakan sejak dari Jakarta. Terkenal sekali kuliner khas Banjarmasin ini. Yang baru pertama kali ke Banjarmasin selalu menyempatkan untuk mampir makan disini. Tapi tidak semua dari kami ikut ke sini, bukan karena sudah pernah tapi karena ada kepentingan masing-masing. Pak Soderi dan Boy lagi jalan-jalan ke Martapura. Pak Dhe stand by di hotel. “Aku bungkus ae yoo ..” selalu begitu kalo diajak makan malam diluar.
Rumah makan ini berlokasi di Jalan Simpang Sungai Mesa (Kabel) nomor 12 RT 18, Kelurahan Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Sudah ada sejak tahun 1983. Penamaan Orari konon berkaitan dengan penggemar radio amatir yang keran menjadikan tempat ini sebagai tempat nongkrong.
Kesan pertama kali melihat sajian lontong ini mengingatkan saya pada sajian kue lupis. Karena bentuk lontong yang beda dari biasanya. Bentuknya segitiga, persis potongan kue lupis hanya saja ukuran jauh lebih besar. Makan satu biji sudah sangat kenyang, kecuali memang sedang lapar sekali. Rasanya mirip sekali lontong sayur betawi, dengan kuah sayur bersantan kental dan sedikit berminyak. Tapi minus kacang panjang dan serutan pepaya muda.