Friday 29 April 2016

BORNEO TOUR 2016, H1 Pontianak - Nanga Tayap

Pagi pukul 08.30 di parkiran Hotel Golden Tulip Pontianak semua motor sudah siap untuk berangkat. Beberapa orang masih sibuk sendiri2. Bu uci sibuk ngurusin check out hotel. Om lexy masih bolak balik peta sekedar memastikan lagi rute hari ini.

Mekanik udin baru saja selesai membereskan perkakas seiring dengan senyum sumringah pak Ervien setelah masalah battery charging R100GSPD nya bisa diselesaikan. Thanks to pak Budi atas donor Diode Board.

Pagi ini cuaca cerah. Walau masih pukul 9, hawa panas kota Pontianak sudah terasa. Ditambah lagi lalu lintas di depan hotel yang mulai padat. Tempat kami parkir motor di area hotel memang tepat di tepi jalan raya Teuku Umar. Karena itu ide untuk mampir dulu makan es krim Angi tidak ada yang membantah. Ide yang baru terbersit setelah membaca artikel kuliner di Pontianak di pesawat. Kebetulan jarak nya tidak jauh. Sekitar 10 menit dari hotel.

Walau sebagian besar peserta sudah 3 hari di Pontianak, tapi hari ini adalah hari pertama untuk riding jarak jauh. Doa dahulu sebelum start motor, untuk kesehatan dan keselamatan dalam perjalanan.

Arahan dari juru rute, trayek untuk hari ini adalah Pontianak - Nangatayap. Estimasi jarak di peta digital sekitar 550km dengan waktu tempuh rata2 13 jam. Google maps menunjukkan jalan dengan melewati kota sanggau. Tapi tidak seperti itu rute yang kami tempuh. Abaikan arahan dari mr google, kami mau potong jalan lewat jembatan kapuas tayan yang baru diresmikan. Rute ini menghemat jarak tempuh sekitar 130km.

Sesuai kesepakatan, mampir dulu makan es krim Angi. Tempatnya mudah dicari, di yepi jalan KS tubun tepat didepan sekolah katolik Santo Petrus. Tidak seperti restoran kebanyakan, ini adalah rumah biasa yang mempunyai halaman dan teras yang luas. Teduh dengan pohon2 tinggi disekitar, dan lay out berupa kursi dan meja dari kayu sangat cocok untuk duduk santai2 sambil ngobrol.

Es krim Angi adalah es krim lokal. Beda dengan es krim merk impor yang sering ditemui di mall2 dan supermarket. Eskrim ini disajikan dengan wadah berupa kelapa muda yang dibelah dua, campurannya kacang merah, cincau, coklat atau sesuai selera.
Pertama kali makan es krim di batok kelapa, agak aneh. Tapi lama2 asik juga. Makan es krim sibuk milih2 kacang merah sambil ngorek2 kelapa muda yang masih nempel di cangkangnya.
Oh ya, es krim angi tidak hanya jual es krim. Jajanan khas pontianak lain ya juga banyak dijual.

Walau enak, makan es krim gak boleh nambah. Bukannya pelit tapi perjalanan masih jauh. Dan hari makin siang. Pukul 09.30 motor sudah jalan beriringan. Setelah melewati jembatan di jalan Sultan Hamid langsung belok kanan arah jalan M Sabran. Dan 15 menit kemudian semua berhenti di SPBU. Semua motor harus diisi full tank. Kabarnya sampai Nanga Tayap nanti kesempatan untuk mengisi bensin adalah di pedagang pengecer pinggir jalan. Walau banyak SPBU baru dibangun tapi semuanya belum beroperasi.

Selepas kota Pontianak jalanan relatif sepi. Di kiri kanan jalan mulai nampak rumah2 yang berdiri diatas tanah rawa. Kualitas jalan sangat baik. Tidak ditemui kerusakan yang berarti. Sepanjang rute ini hanya sekali berhenti untuk foto2 di tepi jalan. Area bekas galian tanah merah, tapi belakangnya ada tebing batu menjulang. Bergaya sedikit lah seolah telah menempuh jalur off road.

Satu setengah jam kemudian rombongan mulai terpecah2. Semua ingin menikmati jalan dengan cara masing2. Jalan lurus dengan aspal mulus memancing hasrat untuk memacu mesin dengan kecepatan tinggi. Tapi ada juga yang berpikiran beda, jalan bagus sayang kalo ngebut. Ntar cepat sampai. Mending jalan santai aja. Menikmati putaran gardan yang menarik motor untuk membawa badan menerpa angin. Sedaap.

11.20 berhenti di Simpang Ampar. Pertigaan dengan jalan agak menurun, ada tugu prajurit dayak lengkap dengan pedang dan perisai. Belok kanan untuk terus lanjut ke jembatan Tayan. Arah kiri adalah jalur trans kalimantan menuju Sanggau.

Walau ada restoran padang disini, kami tidak berhenti lama. Setelah semua motor berkumpul, diputuskan untuk terus lanjut mencari mesjid terdekat untik sholat jumat. Informasi dari masyarakat sekitar, ada mesjid 10 menit didepan. Masjid Nurul Iman namanya. Berada di Desa Danau Teluk, Kecamatan Tayan. Mesjid ini berwarna hijau yang terlihat masih dalam proses finishing.

Mesjid ini tepat berada di tepi jalan raya. Ada warung disebelahnya. Yang tidak jumatan bisa ngopi sambil jagain motor.
Kelar jumatan langsung tancap gas. Saling berpacu untuk sampai terlebih dahulu karena rasa penasaran melihat wujud rupa jembatan yang katanya bakal meningkatkan nadi perekonomian empat propinsi. Jembatan megah yang butuh 2 presiden dalam pembangunannya.

Dari kejauhan sudah terlihat proyek konstruksi yang baru selesai. Aspal dan penerangan jalan sudah rapi.
Jembatan ini memiliki panjang keseluruhan mencapai 1.440 meter lebarnya sekitar 11 meter. Cukup untuk 3 jalur kendaraan. Jembatan ini lumayan tinggi, 13 meter dari permukaan sungai.
Jembatan Kapuas Tayan

Bentangan jembatan menghubungkan Kota Tayan dengan Desa Piasak dengan melewati pulau Tayan. Delta yang berada di tengah sungai Kapuas.
Tidak ada pohon besar atau tempat yang rindang untuk berteduh di sekitar jembatan. Sesi foto2 gak bisa berlama2. Panas terik sekali. Dan jam makan siang sudah lewat beberapa jam. Lemes. Tangan menjumput yang diarahkan ke muka adalah kode .. makan .. makan.

Tapi, tidak ada terlihat tempat makan di sekitar. Ini mungkin karena proyek baru saja selesai beberapa bulan.  Padahal area ini bisa menjadi destinasi wisata. Atau menjadi rest area yang sangat straregis di jalur trans kalimantan. Banyak spot bagus untuk buka restoran di tepi sungai.


Gak jauh dari jembatan. Sekitar 5 menit berkendara pelan ada rumah makan yang cukup besar. Rumah makan Pak Long. Masih masuk di wilayah Desa Piasak. Menunya kebanyakan dari ikan. Pindang, sop. Walau variasi masakan gak banyak tapi semua makan lahap karena memang enak. Pak long masak gak banyak. Seketika langsung habis oleh kami bertigabelas. Kasihan pengunjung berikutnya .. (kalo ada). 

Selepas makan siang adalah waktu yang paling gak enak berkendara. Mata ngantuk karena kekenyangan. Ritme kecepatan beberapa motor sudah mulai berantakan. Kode kalo butuh secangkir kopi panas.
15.20 break ngopi. Kebetulan ada warung saat melintas di sebuah kampung. Semua menepi dan parkir motor di tempat aman. Soderi R1200c bablas. Tidak melihat kami berhenti. Jalan paling depan tapi tidak pernah lihat kaca spion.
"Gak usah dikejar. Biarin aja. Ntar juga dia balik sendiri." Kata bu Uci. Dan benar, 5 menit kemudian dia balik.
"Saya babblass ... Berhenti gak bilang bilang ...." katanya sambil nyengir dengan logat kebumen yang medok.

Fery dan pakde khusuk menghisap rokok. Ervien sibuk mengaduk kopi. Elis asik main henpon. Beberapa rekan lain sedang ngobrol dengan pemilik warung. Yang awalnya agak terkejut saat rombongan motor kami menepi, salah satu motor yang memakai plat nomor BK mengingatkan dia saat dulu pernah kerja di Medan.
Ini bukan warung kopi. Dari dagangan yang dipajang, ini cuma warung rumahan biasa. Banyak makanan dan minuman ringan dijual. Tapi tidak keberatan saat kami minta dibuatkan kopi panas.

Tak ketinggalan,  di warung ini jejeran jerigen berisi bensin eceran di tepi jalan juga dijual. Inilah khasnya riding di jalan trans kalimantan. SPBU jarang ditemui, orang2 disini sudah biasa membeli bensin seliter dengan harga sembilan ribu rupiah atau lebih. Gak pernah gaduh saat harga BBM naik turun. Nerima aja. Percaya pada pemerintah aja katanya.

Salah satu anak gadis memainkan henpon berkamera. Potret sana sini di beberapa motor yang terparkir tidak rapi. Henpon lumayan canggih, padahal disini tidak ada sinyal. Kalo mau nelpon mesti berkendara beberapa kilo untuk menangkat sinyal. Itupun sayup2.

Dari peta digital, nama tempat ini adalah Paoh Concong, Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang Kalbar. Jaraknya sekitar 2 jam dari Jembatan Tayan yang baru diresmikan. Dilalui jalan trans kalimantan yang aspalnya kualitas satu, mulus.
Soal Jembatan Tayan, keluarga ini bercerita sangat bersemangat. Sejak adanya jembatan, barang kebutuhan lebih mudah di dapat dan lebih murah. Bahkan bensin eceran jualan mereka pun  turun harga. Mudah mendapatkan bensin mereka beli dari Pontianak. Akses lebih cepat dua jam dan lebih murah karena bisa dilalui kapan saja. Sebelumnya mesti naik kapal ferry dengan ongkos 250ribu untuk satu mobil.

Cerita mereka lagi, pernah pada suatu malam, ada keluarga yang sakit dan harus segera dibawa ke rumah sakit di Pontianak. Jam 2 malam tidak ada yang mau menyeberangkan. Terpaksa menunggu sampai pagi.

Harapan mereka, dengan adanya jembatan ini bisa meningkatkan kehidupan  ekonomi warga sekitar. Dapat dilihat disekitar jembatan sudah banyak rest area berdiri.  Harapan yang harus terus dijaga dan diwujudkan.

Seperti harapan anak gadis mereka yang katanya  ingin kuliah di Pontianak ngambil jurusan akuntansi. Semoga sukses dek... Selamat begadang baca2 bukunya Niswonger, Fess, Warren.

Pukul 17.15 kami melewat jembatan Sandai yang melintasi Sungai Pawan. Sinar matahari sore masih bagus, sayang kalo tidak foto2. Tapi gak ada yang motor yang mau berhenti.  Semua berlalu numpang lewat.
Sebenarnya tidak sampai 5 menit saya berhenti untuk mematikan mesin, menyiapkan kamera henpon dan mengambil gambar sekitar 5 frame. Tapi ini membuat saya harus riding sendirian setelahnya. Rombongan di depan tak terkejar. Apalagi saya harus menepi ke tukang bensin eceran saat mesin mulai mbrebet karena kehabisan bensin ketika sore semakin gelap.
Baru jam 18.45 ketemu rombongan yang berhenti di warung nasi yang jaraknya sekitar 500 meter sebelum Hotel Dakota Nanga Tayap. Disini istirahat sekaligus makan malam.
Alhamdulillah, finish etape 1.
#wildborneotour2016

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...